Duka Teing ah....

Catatan 03 Agustus 2009

0 komentar
Senin, 03 Agustus, 03.52

Alhamdulilah, aku masih bisa diberikan nikmat hidup pada hari ketiga di bulan Agustus ini. Nikmat-Mu, aku tak takkan pernah melupakannya,ya Allah. Ya, Allah, berilah kekuatan kepada hamba untuk melaksanakannya, insyaallah, hari ini, aku berniat puasa sunat. Mengingat, sebentar lagi, Ramadhan akan menyapa, jadi tak ada salahnya, bila aku menyambutnya dengan latihan-latihan. Puasa sunat terlebih dahulu, misalnya. Agar, nanti ketika masuk bulan Ramdhan, aku tidak grogi dan terkejut melaksanakannya. Ridhoilah maksud kami ya Allah. Menu sahur kali ini akan ditemani oleh sebuah telur ayam dan satu mie goreng, plus tiga gelas air putih. Dan, tak lupa sepucuk niat ikhlas karena-Nya.





12.43

Siang ini, aku insyaallah masih dilingkupi dan diselimuti rasa sabar. Aku tak tahu, kenapa tiba-tiba aku mengatakan seperti itu. Ada apa sebenarnya dengan jiwa dan perasaanku di tengan terik siang ini? Tapi, aku tak bisa menyembunyikan apa yang sedang aku rasakan dan aku harapkan. Apa itu? Sungguh aku benar-benar tak kuasa memberitahumu. Bila saja aku memberitahumu perihal apa yang tengah aku rasakan, mungkin, yang merasa membacanya atau pun mendengarnya, akan merasa gusar. Ah, masalah itu saja dipermasalahkan. Kira-kira mungkin begitu yang dilontarkan. Dan itu pun baru prasangkaku saja, dugaanku itu bisa benar, bisa juga kurang tepat.

Bila dugaanku salah, mungkin, orang yang sempat membaca tulisan ini akan langsung simpati terhadapku atas apa yang sedang aku rasakan dan harapkan. Bisa jadi, orang itu, atau kamu sendiri akan datang kepadaku. Banyak alasan mereka datang menemuku. Salah satu diantaranya adalah berangkat dari sebuah keprihatinan melihat kondisiku saat ini. Tapi, ia Cuma prihatin saja dengan menunjukkan wajah empatinya, memberi nasehat, dan meninggalkan pesan,”jangan terlalu dipikirkan!” Ya, hanya itu.

Ada lagi yang datang dengan susah payah mencariku. Dan, alhamdulillah ketemu denganku. Ketika menemuiku, ia langsung ekspresif. Lalu, aku sangat terkejut dengan tingkahnya, yang, menurutku berlebihan itu. Tapi, aku tak langsung katakan padanya, bahwa perlakuannya padaku berlebihan. Sesungguhnya dia tak tahu, bahwa sebenarnya, tindakannya sangat berlebihan,. Ia tak tahu, sebab ia belum terbiasa dengan emosiku. Sebab, ia pun belum aku beritahu bahwa aku diperlakukan berlebihan. Pada akhirnya, selain ia memberiku seuntai motivasi, yang aku tahu, isi motivasi itu adalah hasil kutipannya dari sang motivator. Kalau tidak salah, dari Gede Prama. Serta memberiku bantuan berupa amplop. Setelah ia pergi meninggalkanku, aku mencoba membuka amplop itu dengan perlahan dan rasa ingin tahu. Apa sebenarnya isinya? Dengan sangat terpaksa pula, pada saat itu, aku mengucapkan kalimat”tasbih”. Alhamdulillah. Isinya adalah sejumlah uang yang tak seberapa menurut pak Aburizal Bakri. Tapi wah...menurutku. Ya, sebesar dan sejumlah 150.000 ribu.

Akhirnya, aku akan memberi tahu hal yang sedang aku rasakan dan apa yang aku harapkan saat ini. Aku, saat ini sedang mengharapkan dan menunggu kiriman dari orang tuaku. Atau bahasa orang bank, biasa menyebutnya menunggu”transfer”. Persoalannya, ini tanggal muda, tanggal 03 Agustus 2009. Bagi para pegawai pemerintah, atau pun para pengsiunannya, hari ini adalah hari kesumringahannya. Walau, sangat diakui atau tidak, kesumringahannya itu Cuma selang beberapa waktu saja. Dua hari atau seminggu. Sebab, mungkin, diakui atau pun tidak, di sana-sini berjejer hutang-hutang yang harus dicicil bekas kredit barang-barang rumah tangga. Yang biasanya, itu adalah hasil bujukan sang istri. Bagiku, itu adalah sebuah resiko dan pilihan hidup. Hidup memang sebuah pilihan. Tak memilih pun, sebenarnya adalah juga pilihan.

Aku hanya berharap, beberapa menit, detik, jam, atau bahkan hari, ada sederet sms dari nun jauh di sana, tentunya dari bumi Rafflesia, bumi tercintaku. Smsnya, aku kira amat sederhana dan tidak menghabiskan dua atau lima sms. Ya, hanya satu sms.”Cep, uang dah dikirim/ditransfer, sebesar bla-bla-bal” ( aku malu memberitahunya, andai aku beritahu pun, tak mungkin diantara kita ada yang menambah). Ya, Cuma segitu. Sederhana,kan? Untuk selanjutnya, bila aku ada sisa pulsa, aku akan menjawab sms pemberitahuan itu. Dengan pesan yang lebih sederhana,”Yup, thanks,ya, moga rezeki ayah-bunda semakin melimpah dan barokah” Itu saja. Menunggu beberapa saat, meski perasaan gembira dan deg-degan masih saja menguasai diriku. Aku langsung menjemput kegembiraan itu pada sebuah ATM BRI tepat di tribun kampusku. UIN Sunan Gunung Djati. Begitulah, apa salahnya berharap. Bagiku, berharaplah sebelum ada UUD yang melarangnya. Thanks Diaryku.




Catatan 03 Agustus 2009

0 komentar
Senin, 03 Agustus, 03.52

Alhamdulilah, aku masih bisa diberikan nikmat hidup pada hari ketiga di bulan Agustus ini. Nikmat-Mu, aku tak takkan pernah melupakannya,ya Allah. Ya, Allah, berilah kekuatan kepada hamba untuk melaksanakannya, insyaallah, hari ini, aku berniat puasa sunat. Mengingat, sebentar lagi, Ramadhan akan menyapa, jadi tak ada salahnya, bila aku menyambutnya dengan latihan-latihan. Puasa sunat terlebih dahulu, misalnya. Agar, nanti ketika masuk bulan Ramdhan, aku tidak grogi dan terkejut melaksanakannya. Ridhoilah maksud kami ya Allah. Menu sahur kali ini akan ditemani oleh sebuah telur ayam dan satu mie goreng, plus tiga gelas air putih. Dan, tak lupa sepucuk niat ikhlas karena-Nya.


12.43

Siang ini, aku insyaallah masih dilingkupi dan diselimuti rasa sabar. Aku tak tahu, kenapa tiba-tiba aku mengatakan seperti itu. Ada apa sebenarnya dengan jiwa dan perasaanku di tengan terik siang ini? Tapi, aku tak bisa menyembunyikan apa yang sedang aku rasakan dan aku harapkan. Apa itu? Sungguh aku benar-benar tak kuasa memberitahumu. Bila saja aku memberitahumu perihal apa yang tengah aku rasakan, mungkin, yang merasa membacanya atau pun mendengarnya, akan merasa gusar. Ah, masalah itu saja dipermasalahkan. Kira-kira mungkin begitu yang dilontarkan. Dan itu pun baru prasangkaku saja, dugaanku itu bisa benar, bisa juga kurang tepat.

Bila dugaanku salah, mungkin, orang yang sempat membaca tulisan ini akan langsung simpati terhadapku atas apa yang sedang aku rasakan dan harapkan. Bisa jadi, orang itu, atau kamu sendiri akan datang kepadaku. Banyak alasan mereka datang menemuku. Salah satu diantaranya adalah berangkat dari sebuah keprihatinan melihat kondisiku saat ini. Tapi, ia Cuma prihatin saja dengan menunjukkan wajah empatinya, memberi nasehat, dan meninggalkan pesan,”jangan terlalu dipikirkan!” Ya, hanya itu.

Ada lagi yang datang dengan susah payah mencariku. Dan, alhamdulillah ketemu denganku. Ketika menemuiku, ia langsung ekspresif. Lalu, aku sangat terkejut dengan tingkahnya, yang, menurutku berlebihan itu. Tapi, aku tak langsung katakan padanya, bahwa perlakuannya padaku berlebihan. Sesungguhnya dia tak tahu, bahwa sebenarnya, tindakannya sangat berlebihan,. Ia tak tahu, sebab ia belum terbiasa dengan emosiku. Sebab, ia pun belum aku beritahu bahwa aku diperlakukan berlebihan. Pada akhirnya, selain ia memberiku seuntai motivasi, yang aku tahu, isi motivasi itu adalah hasil kutipannya dari sang motivator. Kalau tidak salah, dari Gede Prama. Serta memberiku bantuan berupa amplop. Setelah ia pergi meninggalkanku, aku mencoba membuka amplop itu dengan perlahan dan rasa ingin tahu. Apa sebenarnya isinya? Dengan sangat terpaksa pula, pada saat itu, aku mengucapkan kalimat”tasbih”. Alhamdulillah. Isinya adalah sejumlah uang yang tak seberapa menurut pak Aburizal Bakri. Tapi wah...menurutku. Ya, sebesar dan sejumlah 150.000 ribu.

Akhirnya, aku akan memberi tahu hal yang sedang aku rasakan dan apa yang aku harapkan saat ini. Aku, saat ini sedang mengharapkan dan menunggu kiriman dari orang tuaku. Atau bahasa orang bank, biasa menyebutnya menunggu”transfer”. Persoalannya, ini tanggal muda, tanggal 03 Agustus 2009. Bagi para pegawai pemerintah, atau pun para pengsiunannya, hari ini adalah hari kesumringahannya. Walau, sangat diakui atau tidak, kesumringahannya itu Cuma selang beberapa waktu saja. Dua hari atau seminggu. Sebab, mungkin, diakui atau pun tidak, di sana-sini berjejer hutang-hutang yang harus dicicil bekas kredit barang-barang rumah tangga. Yang biasanya, itu adalah hasil bujukan sang istri. Bagiku, itu adalah sebuah resiko dan pilihan hidup. Hidup memang sebuah pilihan. Tak memilih pun, sebenarnya adalah juga pilihan.

Aku hanya berharap, beberapa menit, detik, jam, atau bahkan hari, ada sederet sms dari nun jauh di sana, tentunya dari bumi Rafflesia, bumi tercintaku. Smsnya, aku kira amat sederhana dan tidak menghabiskan dua atau lima sms. Ya, hanya satu sms.”Cep, uang dah dikirim/ditransfer, sebesar bla-bla-bal” ( aku malu memberitahunya, andai aku beritahu pun, tak mungkin diantara kita ada yang menambah). Ya, Cuma segitu. Sederhana,kan? Untuk selanjutnya, bila aku ada sisa pulsa, aku akan menjawab sms pemberitahuan itu. Dengan pesan yang lebih sederhana,”Yup, thanks,ya, moga rezeki ayah-bunda semakin melimpah dan barokah” Itu saja. Menunggu beberapa saat, meski perasaan gembira dan deg-degan masih saja menguasai diriku. Aku langsung menjemput kegembiraan itu pada sebuah ATM BRI tepat di tribun kampusku. UIN Sunan Gunung Djati. Begitulah, apa salahnya berharap. Bagiku, berharaplah sebelum ada UUD yang melarangnya. Thanks Diaryku.

Catatan 02 Agustus 2009

0 komentar
Ahad, 02 Agustus, 2009, 21.39

Maaf, Diaryku, aku agak sedikit terlambat menemuimu hari ini. Biasanya, aku menemuimu setelah subuh, tapi hari ini, aku baru menyapamu kala malam sedang beranjak. Gak papa,kan? Yang penting, aku telah berkomitmen, aku akan selalu menjumpaimu setiap hari. Meskipun hanya beberapa menit saja. Aku berharap, jangan sampai aku tak bisa mengisi kekosongan hatimu. Aku harus selalu mengisi jiwamu yang kosong. Satu hari saja aku tak mengisinya, bisa jadi, aku menyesal dan terkadang aku mengutuk diriku sendiri.

Diaryku sayang, bantu aku,ya agar aku selalu setia serta diberi semangat yang menggebu untuk menjemputmu setiap hari. Aku yakin, Diaryku juga akan setia padaku. Percayalah Diaryku, kita akan bahagia bila kita kuat menanggung beban yang kita perbuat. Kita mesti yakin, bila yang kita lakukan ini baik, hasilnya pun akan baik pula. Sebenarnya, aku tak pandai melihat hasil, tapi aku lebih mengarifi dan menghargai proses. Aku ingin hidupku dipenuhi dengan berkarya, berkarya, dan berkarya. Aku pun percaya dan yakin, perjumpaanku denganmu bukan suatu kebetulan belaka, tapi ini sudah merupakan karunia Tuhan. Tuhan telah mempersatukan kita. Tuhan telah mendekatkan hati kita. Dan, Tuhan telah memberi kesempatan kepada kita untuk selalu berkarya. Tiada hidup yang bermanfaat kecuali berkarya untuk bangsa.

Diaryku, tanpa disadari, aku telah jatuh cinta padamu. Dan, begitu juga denganmu, kau telah menerima aku dengan setulus hati. Kita selalu berharap, mudah-mudahan perjodohan kita menjadi perjodohan yang pertama dan terakhir. Aku, begitu juga kamu, yang pasti sama-sama tak mau dimadu. Bagiku, cukuplah Diaryku sebagai pelipur lara dalam setiap keluh kesahku. Ini bukan gombal, Diaryku. Sekali bukan. Pembicaraan yang penuh gombal adalah pembicaraan mereka yang tak tahu hakikat cinta dan falsafah hidup. Apakah Diaryku tahu falsafah hidup? Ya, kau lebih tahu dariku, sebab kita telah bersatu dalam kesemangatan hidup serta telah menyelami sedikit samudra kata, dan cinta berkarya.

Maaf sekali lagi, Diaryku, bila pembicaraanku terlampau jauh dan terlalu terkesan bijak. Mungkin. Sebenarnya, ada hal yang ingin aku sampaikan pada malam yang begitu dingin ini, Diaryku. Begini, aku memohon dengan sangat dan penuh pengharapan, bahwa, Diaryku jangan terlalu mudah percaya, atau jangan langsung diambil mentah-mentah apa yang telah aku ucapkan kepadamu. Karena, apa yang aku ucapkan belum tentu benar, dan jangan menganggap final apa yang aku ucapkan. Intinya, kebenaran itu tidak serta-merta langsung titik Tapi, ia masih koma. Jangan sampai pula, omonganku dijadikan sebagai mazhab baru dalam pemikiranmu. Jangan sampai!! Di luar sana, masih banyak mahzab-mahzab lain yang juga siap menentang apa yang aku fatwakan.

Diaryku, jangan bosan,ya aku memanggilmu dengan panggilan kesukaanmu. Diaryku, aku jujur padamu malam ini tentang segala hal yang aku ingat sepanjang siang tadi. Tadi pagi, sekira pukul tujuhan, aku dan teman sekamarku sama-sama meng-kliping artikel-artikel menarik tentang segala hal dari tumpukan koran yang selama ini aku beli. Di tengah-tengah keasyikan kami sedang meng-kliping, temanku teringat belum sarapan pagi. Oh, kataku silakan masak dulu, karena beras masih banyak. Untuk beli lauknya, nanti sisa koran yang bekas kliping, dijual saja kataku selanjutnya. Waktu itu, jujur, aku merasa sedih. Sedih karena untuk sekedar makan saja, kami harus jual koran dulu. Kalo koran itu tidak dijual, untuk lauk makan pasti tidak ada, kecuali dengan garam yodium saja. Mau ngutang ke warung sebelah kosku, ah.....malu,deh....ya udah, akhirnya, koran-koran itu kami jual seharga 4000 ribu rupiah. Cukup untuk bertahan hidup hari ini. Thanks, ya Allah. Jadikan hamba-Mu menjadi hamba yang bersyukur. Duh, dah jam 22.36, istirahat dulu,ya....dah..

Catatan 01 Agustus 2009

0 komentar
Sabtu, 01 Agustus 2009, 05.48

Pada hari pertama di bulan Agustus ini, aku sangat bersyukur kepada Tuhan, yang mana, berkat kekuasaanya lah aku masih bisa menghirup udara, bisa menulis, dan masih bertemu dengan Diaryku, sahabat setiaku. Thanks, ya Tuhanku. Moga aku menjadi hamba-Mu yang pandai berterimakasih, dan mudah-mudahan aku terhindar dari mengingkari rahmat-Mu.

Diaryku, nampaknya bulan Agustus kali ini adalah bulan yang penuh acara. Mulai dari perayaan tujuh belas Agustus, menyambut datangnya Ramadhan, dan mungkin acara-acara lain yang tidak kalah serunya. Biasanya, pada tanggal 17 bulan ini, masyarakat menyambutnya dengan penuh suka cita. Mengingat, hari itu adalah hari yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia tercinta. Yaitu, mengenang bagaimana perjuangan para pendahulu kita dalam mengusir bangsa penjajah, dan lebih dari itu, kita pada hari itu sekaligus ingin menunjukkan pada dunia, bahwa kita bangsa Indonesia bangsa yang santun, serta bangsa yang selalu menghormati keberagaman.

Seperti biasa, tanggal 17 adalah angka yang sakral bagi masyarakat kita. Hampir setiap RW, RT, desa, dan kecamatan di seantero Indonesia dapat dipastikan akan membuat acara yang begitu meriah. Dan ini diikuti atas dasar merayakan kegembiraan, suka cita, dan seabrek kegembiraan lain. Mulai dari panjat pohon Pinang, balapan karung, lomba makan kerupuk, lomba memasukkan pensil ke Botol, mengambil uang receh pada pepaya yang dilumuri oli hitam, mengupas kelapa, dan masih banyak lomba lain yang kira-kira bisa menghebohkan, membuat lucu, dan mengasyikkan para peserta dan penonton. Pokoknya asyik,deh!!

Setelah kita merayakan 17 Agustus dengan suka cita dan penuh penghayatan serta kegembiraan, selanjutnya, menunggu beberapa hari, kira-kira 5 hari atau 6 hari. Ya, kita akan kembali menyambut bulan yang penuh berkah, penuh ampunan, dan bulan yang multi kebaikan. Betapa dahsyatnya, siapa saja yang merasa gembira dengan kedatangan bulan ini, maka dapat dipastikan, ia atau mereka, dosanya, insyaallah akan diampuni. Baik dosa yang telah lalu,maupun segala dosa yang akan datang. Subhanallah. Bulan apakah itu? Dia adalah bulan Ramadhan namanya.

Dalam masyarakat kita yang pluralis, biasanya, dalam menyambut Ramadhan, mereka menyambutnya dengan penuh kegembiraan dan caranya pun berbeda-beda. Hampir di tiap daerah, pasti tak ada yang sama cara menyambutnya. Contoh di tatar Sunda. Di Cianjur, ketika menyambut bulan puasa, masyaratnya sering menyebutnya sebagai papajar. Beda lagi di Tasik, biasanya ketika menyambut Ramdhan, mereka menyebutnya sebagai munggahan. Pokoknya, beda daerah beda istilah. Intinya, esensinya adalah bagaimana agar kita semangat menjalankan ibadah puasa ini dengan penuh gembira disertai penghayatan yang mendalam. Wallahua’lam.

12.57

Siang yang begitu terik membuat orang-orang yang ada di sekitar kosku, semuanya masuk ke rumah masing-masing. Nampaknya, mereka tak kuat berlama-lama menatap sinar Matahari itu. Yang konon katanya, sinar matahari itu bisa menyebabkan menggosongkan kulit. Kenapa? Karena sinar Matahari mengandung sinar ultraviolet. Tapi, bagiku tidak!! Tidak menggosongkan kulit. Tapi bisa bikin sakit kepala bila lama-lama terkena sinarnya. Apapun, jika yang namanya berlebihan, itu tidak baik.

Catatan 31Juli 2009

0 komentar
Jum’at, 31 Juli 2009, 06.56

Aku tak menyangka, bahwa hari ini adalah hari terakhir dari bulan Juli 2009. Sebelumnya pun, aku tak percaya kalau bulan Juli hingga 31 hari. Aku lalu mengeceknya pada Kalender seorang teman sebelah kos, ya, ternyata benar. Bulan ini sampai 31 hari. Itu artinya, gajian para PNS tidak hari ini. Tapi nanti, hari senin, tanggal 03 Agustus 2009. Aku harus bersabar menunggu uluran tangan dari orang tua. Perbekalanku sudah ludes semenjak beberapa hari yang lewat. Yang tersisa hanya perbekalan rasa optimis bisa hidup tanpa uang, dan rasa percaya bahwa aku bisa ngutang terlebih dahulu ke warung sebelah. Ya, kehidupan anak kos sepertiku memang banyak diselimuti pinjam-meminjam, dan hutang menghutang dari kos ke kos sampai warung ke warung. Tak ada tujuan lain, selain untuk bertahan hidup. Atau bahasa kamusnya supaya bisa”survive”.

Bagiku, semuanya adalah pengalaman yang mesti aku arifi dan harus aku abadikan sebagai bekal cerita bagi istri, anak, dan cucuku nanti. Agar, semuanya bisa belajar dari pengalaman orang terdahulu bagaimana manis dan pahitnya kehidupan ini. Juga bagaimana cara bersikap menghadapi hidup. Jangan sampai nanti, dia hidup di dunia ini dengan penuh keterpaksaan dan kurang menerima apa adanya. Kurang menerima kenyataan hidup. Atau tidak santai dalam menjalani hidup. Maunya, hidup itu serba lebih dari orang lain. Bukan berarti mengekang cita-cita. Bagiku, kejarlah cita-cita itu setinggi apa yang kita inginkan.

08.44

7 menit yang lalu, ayahku meneleponku. Ia menanyakan bagaimana kabarku. Apakah baik-baik saja atau kurang lebih baik. Kemudian aku pun balik bertanya. Apakah keadaan ayahku baik saja atau sebaliknya, sakitnya kambuh lagi. Ternyata, benar. Sekarang, ayahku sedang kambuh sakitnya. Kepalanya sakit, leher serta kakinya. Katanya sudah sekitar dua mingguan ia merasakan sakitnya. Baru sekaranglah bapakku mau diperiksakan ke dokter dan membeli obat. Aku bertanya, berapa beli obatnya. Semuanya 130.000 ribu.

Ayahku baru kemarin datang ke Bengkulu. Karena sehari sebelumnya, ia masih di rumah dan menghubungiku lewat ponsel, bahwa ia mau ke Bengkulu dengan tujuan berobat.Ternyata, selama dua minggu ini, setiap kakak-tetehku meneleponya, atau sekedar menanyakan kabarnya, ayahku selalu menjawab baik saja. Padahal, yang ia rasakan adalah sakit. Ayahku tak mau berterus terang atas apa yang dirasakannya. Entah mengapa. Aku pun penuh tanda tanya. Kenapa tak mau langsung jujur pada anak-anaknya perihal apa yang dialaminya. Hanya ayahku dan Tuhan lah yang tahu. Tapi aku hanya bisa memprediksi, kenapa ayah kami tidak mau berterus terang.

Mungkin, bila saja ia terus terang kepada anak-anaknya dengan apa yang dirasakannya, bisa jadi ia malu. Atau apalah, mungkin ia tak mau menyusahkan anak-anaknya. Atau tak mau, bila ia terus terang, akan memberi beban pemikiran pada anak-anaknya. Selain prediksi itu, dalam percakapan dengan ayahku, bahwa selama ini ia sembunyikan perihal sakitnya dengan anak-anaknya. Mungkin karena juga sudah tak tahan denagn apa yang dirasakannya, akhirnya kemarin ia berangkat ke Bengkulu. Ya, tujuan utama adalah berobat, yang lain mungkin silaturahmi dengan anak-anaknya. Ayah..ayah, ada-ada saja. Sabar aja,ya ayahku. Moga Tuhan memberikan keringanan atas apa yang ayah rasakan. Aku di sini, juga tak lupa terus memohon pada-Nya, agar ayah segera sembuh. Aku yakin, ayah pasti kuat.

Pembicaraan disambung dengan adikku. Ia bertanya padaku, apa yang sedang dilakukanku sekarang. Aku tak melakukan apa-apa pagi ini selain sedang membaca buku. Aku pun balik bertanya, Oman sedang apa di sana. Tapi aku yakin, dia sedang meneleponku, bukan sedang mandi, atau apalah itu. Pertanyaanku terus beranak, aku menanyakan kapan mulai efektif kuliah. Oh, katanya lagi-lagi kuliah belum. Mulai kuliah bulan September katanya. Masalahnya, bulan Agustus ini baru saja OSPEK/OPDIK, atau baru pengenalan kampus..

O, iya, bagi yang belum tahu, adikku diterima di UNIB (Universitas Bengkulu), jurusan Ilmu Komunikasi. Ia diterima melalu jalur PPA. Aku tak begitu paham, apa itu PPA. Aku sungguh lupa. Yang penting, dia di UNIB. Begitu saja kok repot!! Membicarakan UNIB, aku jadi teringat masa lalu. Tiga tahun yang lewat, setelah aku lulus dari MAN Model kota Bengkulu, aku sempat ikut audisi SPMB. Pilihan pertama, pendidikan bahasa Inggris UNIB, dan pilihan kedua, sastra Arab UIN jakarta. Satu bulan berikutnya, pengumuman SPMB pun digelar. Karena pengumuman itu diberitakan di koran Republika, aku, dengan perasaan cemas yang menggunung, membeli koran itu. Aku lihat deretan nama yang bejibun itu. Aku baca dengan teliti sambil mencocokkan nomor ujianku. Wah, namaku ada, dan nomorku pun cocok. Cecep Hasanuddin diterima pada pilihan kedua, UIN Jakarta, sastra Arab. Begitu kira-kira redaksinya. Berarti, harapanku masuk UNIB, gagal seketika. Ah, gak papa kataku selanjutnya. Mungkin UNIB bukan yang terbaik untukku, tapi buat adikku saja sebagai penggantinya.

Lalu, aku bertanya lagi pada adikku perihal masih tidaknya menulis di buku harian yang aku beli beberapa bulan yang lalu. Dengan sedikit ragu, adikku menjawab apa adanya tanpa pretensi memojokkan siapa pun. Ya, ia sudah jarang menulis lagi sekarang, selain buku harian yang aku berikan memang sudah penuh dengan tulisannya. Mengapa aku begitu sedikit otoriter menyuruh adikku menulis di buku harian? Biasanya, jika kuliah di jurusan komunikasi, kemampuan yaang diasah adalah kemampuan menulis. Rata-rata, lulusan komunikasi, kerjanya tidak jauh dari dunia tulis menulis. Wartawan misalnya. Bukan berarti yang kuliah di jurusan selain komunikasi tidak bisa menulis, bukan itu. Malah banyak yang jadi penulis atau wartawan, latar belakang pendidikannya malah jauh dari dunia tulis-menulis. Teknik, pertanian, misalnya. Tapi minimal, dengan adikku membiasakan menulis diary setiap hari, suatu saat, bila ia disuruh menulis hal apapun, tak bingung dibanding orang yang tak biasa menulis buku harian.

17.51

Adzan magrib masih menggema di seantero Bandung. Aku tak kuasa meneruskan tulisan ini, sebab aku mau wudhu dulu. Jujur saja, aku tak tahan ingin sekali salat. Dah dulu,ya....

23.04

Sebelum aku merebahkan seluruh tubuhku malam ini, aku akan sedikit berseloroh pada kalian semua. Tentang apa,ya?? Ah, bingung,nih....besok aja,deh.....sukses buat kamu,ya...

Catatan 30 Juli 2009

0 komentar
Kamis, 30 Juli 2009, 06.24

Apa yang harus aku tulis,Diaryku? Aku benar-benar tidak tahu, apa,ya? Apakah Diaryku punya ide sebagai bahan tulisanku? Oh, iya, tadi malam, sekira pukul 20.30, sehabis mengerjakan tugas kuliah aku pergi ke luar kamar. Tujuannya hanya satu, yaitu ingin kembali meminjam sesuatu/ lebih tepatnya menghutang ke warung Mas jawa yang ada di samping kosku. Biasa, dah tanggal tua. Atau aku biasa menyebutnya sebagai bulan”udzur”. Aku mengambil Beras satu kilo, 3 buah Mie, satu mie goreng dan dua mie rebus. Telur Ayam dua biji, Kopi susu moka, susu putih satu set, dua keripik pisang rasa asin-kemanis-manisan, serta dua bungkus selai pisang yang harga lima ratusan. Total semuanya; 17.500. Ya, semalam aku menabung 17.500 rupiah. Alhamdulillah, ya Allah.

14.03

Diaryku, baru saja aku datang dari kampus. Capek rasanya, dan ingin sekali aku merebahkan tubuhku pada sebuah kasur. Tapi belum bisa. Aku memutuskan, aku masih rindu bersamamu. Aku yakin, kau masih mau menerimaku sebagai sahabat dalam suka maupun duka. Ok,kan?
Di kampusku, hari ini ramai sekali dipenuhi oleh mahasiswa baru yang dinyatakan lulus. Ya, tepat hari ini, merupakan hari pengumuman kelulusan masuk UIN. Menurut info yang aku dapat dari koran Bandung Expres, yang diterima di UIN sebanyak 2.598 orang. Wuih...banyak juga,ya...belum lagi ditambah dengan SPMB dan PPA. Yuk, cayo buat UIN. Yang belum merasa lulus di UIN, harap bersabar. Mungkin belum milik Anda. Milik Anda barangkali lulus UPI atau UNPAD, karena Anda juga ikut SPMB. Mudah-mudahan.

Catatan 25 dan 28 Juli 2009

0 komentar
Sabtu, 25 Juli 2009, 08.01

Halo Diaryku, gimana kabarnya? Maaf,ya, seharian kemarin aku tak sempat menemuimu. Aku tidak tahu, kenapa itu bisa terjadi. Perasaan sungkan dan malas ada pada diriku kemarin. Padahal, hanya sekedar menyapamu saja. Maaf,ya. Sebenarnya aku sangat sadar,Diaryku. Bahwa aku memang sedang kehilangan semangat untuk melakukan sesuatu. Tugas kuliahku, belum juga kelar-kelar, belum juga selesai-selesai, dan belum juga rampung-rampung. Ya, Allah, Engkau lah penggugah jiwaku. Jangan biarkan aku terkungkung, terhipnotis, terkuasai, terjaring, terjerat, terimajinasi, dikalahkan, dan dirasuki malas.

Selasa, 28 Juli 2009, 15.45

Hai Diaryku, lama kita tak jumpa. Sekitar beberapa jam lah. Maaf,ya. Tapi, beberapa jam saja aku tak bertemu denganmu, rasanya sungguh seperti tidak bertemu berapa tahun, gitu. O, ya, sebelum aku menunaikan kewajibanku sebagai hamba Tuhan, aku ada cerita untukmu. Mau kan? Setuju kan kalau aku berbagi cerita denganmu? Aku harap, kamu mau. Karena kamu sahabatku. Ok?

Beberapa jam kebelakang, aku sungguh heran dengan sebagian anak kos di tempatku. Bukan heran saja yang aku rasakan, tapi lebih dari itu. Betapa teganya dia. Entah siapa. Yang jelas bukan orang lain di luar kos kami yang melakukan itu. Aku yakin, bukan orang lain di luar kos! Ya, aku dikejutkan oleh teman satu kamarku yang mengatakan,”Eh, dimana kamu letakkan sarung Bantal yang kotor kemarin? Aku agak bingung dicecar satu pertanyaan itu. Setelah aku diam sejenak, aku ingat, bahwa yang ditanyakan itu maksudnya menanyakan sarung Bantal yang aku copot dari Bantalnya. Kemudian aku ganti dengan sarung Bantal yang baru/bersih. Aku menggantinya dua hari yang lewat.

Nah, setelah aku mengganti sarung Bantal dengan yang baru, aku letakkan lagi bantal itu di tempat biasanya. Sedangkan yang lama (sarung Bantal), aku letakkan di tumpukan pakaian kotor milik kami. Atau, kain kotor itu aku ikat dengan kain Sarung. Karena merasa kain buntelan pakaian itu menyesakkan kamar kami, aku berinisiatif meletakkannya di rak yang ada di luar kamar sambil menunggu dicuci pada hari libur.

Keesokannya, ya, tepat hari ini, temanku kebetulan ingin buang hajat. Tentunya di WC,dong! Masa di.....setelah dari WC, temanku, mungkin, sekilas melihat sarung Bantal di lantai menyatu dengan cucian piring kotor. Wah, nampaknya, sarung Bantal itu sudah dipakai untuk bahan”lap” lantai yang menuju WC. Siapa,ya pelakunya? Eh, iya, sarung Bantal kami warnanya merah dengan dibumbui atau bermotiv Mencester United (MU). Wah, kalau saja Ferguson tahu tentang kejadian, bisa dibilang “pelecehan” itu, mungkin dia sulit memaafkan si pelaku, seandainya mengaku atau ditemukan.

Setelah temanku melihat, menyaksikan, dan seterusnya, dia masuk kamar kami. Aku ada di dalam kamar itu. Dengan sedikit menampakkan ketidaksenangan dan rasa sesal yang mendalam, temanku itu lalu berujar dengan tak lupa sambil bersungut-sungut (ucapannya sudah ada pada kalimat sebelumnya). Tapi gak papa, aku eksplorasi lagi apa yang diungkapkannya.”San, kemarin, di mana kamu letakkan sarung Bantal kita?” Katanya melotot padaku. Aku diam tiga ribu peribahasa. Dia terus mengomel, mengumpat, mengeluarkan kata-kata beberapa binatang yang jelas-jelas ada di Ragunan itu. Tapi, dia tetap menyebut beberapa binatang itu.

“Aku letakkan di buntelan cucian yang pake Sarung, emang kenapa?” Kataku kemudian.”Loh, sekarang kok ada di dekat cucian piring? Sudah dipakai ngelap lantai kayaknya!” Sungut temanku. Hatiku sedikit tak percaya disertai kaget mendalam setelah mendengar ungkapan itu. Rasa penasaranku timbul.”Mana?” Aku melanjutkan.”Tuh, liat di samping WC, sarung Bantal itu sudah dijadikanLap!!” Kata teman satu kamarku itu dengan wajah geram dan terlihat rona keikhlasannya luntur.

Aku dan temanku langsung menilik ke luar kamar menuju TKP (Tempat Kejadian Perkara). Benar saja, sarung Bantal merah bermotiv MU itu sedang tergeletak sedih dengan sekujur tubuhnya dilapisi kotoran. Aku tidak bisa berbuat atau pun mengucap kata setelah apa yang aku saksikan memang benar adanya. Yang ada, hanyalah sebongkah penyesalan- keprihatinan kepada pelaku peletakan sarung Bantal di samping WC. Inginnya, aku mengumpat, mengeluarkan dengan kencang kata-kata yang aku kira, pantas saja bila diucapkan. Tapi tak mungkin!! Bagaimanapun aku mengumpat sekasar-kasarnya, misalnya, toh sarung Bantal itu tak kan lari dengan sendirinya ke Buntelan sarung yang aku letakkan di Rak.

Ya, sudah lah. Yang sudah biralah melebur dengan kesudahannya. Yang lalu biarlah berlalu dengan keberlaluannya. Diaryku, sungguh aku tak habis pikir memikirkannya.Tak tahu lah, siapapun yang merasa telah menjadikan sarung Bantal kami sebagai”Lap”, biarkan saja. Mungkin itu dilakukan karena ketidaksengajaan atau alasan lain. Aku tak tahu. Mungkin saja, buntelan yang ada di Rak itu dianggapnya sebagai kain yang tidak dipakai lagi. Atau aku salah mungkin meletakkannya. Aku pun bisa menduga. Itu aku kira sebuah kewajaran sebagai anak manusia, bukan anak Tuhan. Sudah lah, aku mau bernyanyi dulu. Yang lalu, biar berlalu.......

19.32

Diaryku, aku ada yang lupa. Sebenarnya dan seharusnya, aku menceritakannya ini kemarin. Ya, terpaksa, malam ini saja aku menuliskannya tentang apa yang aku alami kemarin. Gak ada yang melarang,toh? Ya, tepatnya pada pukul 10 pagi kemarin, karena aku merasa kangen berat, aku lalu mengunjungi Perpustakaan Kampusku tercinta. Sesampainya di sana, tanpa sengaja aku bertemu dengan seorang teman satu kampus. Bukan satu kelas, apalagi satu fakultas. Dia fakultas Tarbiyah, sedang aku Sastra. Dia jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), aku jurusan Sastra Arab (SA). Dia kulitnya hitam, aku kulitnya Sawo matang. Dia semester 5, aku semester 7. Tak ada yang sama pokoknya. Beda jauh. Singkat cerita, sebelum aku masuk Perpus, dia memberiku dua buah Apel merah. Katanya, dia baru saja diberi sahabatnya, sebagai hadiah ulang tahun. Bukan hanya itu yang diberi sahabatnya, tetapi sebuah baju Batik dan sebuah kertas pendek bertuliskan”Met milad,ya”.

Catatan 23 Juli 2009

0 komentar
Kamis, 23 Juli 2009, 22.20

Malam ini, aku agak sedikit terkena Flu. Tapi, mudah-mudahan, aku berharap tidak berlangsung lama. Seandainya saja terlalu lama, maka, ada aktivitas apapun akan terasa sulit melaksanakannya. Satu merasa sakit, dengan sendirinya tanpa disadarai seluruh tubuh akan merasa sakit juga. Itu lah barangkali bukti solidaritas antar sesama tubuh.

Diaryku, beberapa menit yang lalu, kakakku menelepon padaku. Dia bilang, bahwa Paman yang ada di Tasik sedang sakit. Kakakku menyarankanku, kalau bisa untuk menjenguknya ke Tasik. Insyaallah kataku. Kemudian, aku mencoba bertanya pada kakakku, sakit apa yang diderita Pamanku saat ini. Stroke kata kakakku. Sudah beberapa hari ini, Paman kami tidak bisa bicara. Tepatnya, setelah salah satu anaknya yang perempuan,Anin menikah. Atau, kira-kira sudah tiga mingguan lah.

Setelah mendengar kabar itu, aku merasa sedih. Ingin rasanya aku ke Tasik sekarang juga. Tapi, rasanya belum bisa untuk beberapa hari ini. Maaf kan aku,Paman. Bukan bermaksud apa-apa. Karena, untuk beberapa hari ke depan, aku masih ada pekerjaan kuliah yang harus aku selesaikan. Bukan berarti aku mendahulukan tugasku. Sekali lagi, bukan itu. Tapi, waktu yang sangat sempit yang membuat aku harus berjibaku dengannya. Karena, rencananya, pada tanggal 27 Juli 2009, tugas yang sedang aku kerjakan ini mesti selesai dan hari itu juga disidangkan.

Sampai hari ini saja, tugasku belum mencapai 80 persen. Masih banyak yang harus aku perbaiki dan lakukan. Mulai dari mencari referensi yang mendukung tugasku, bimbingan dengan Dosen yang bersangkutan, sampai menghubungi beberapa Dosen karena menanyakan, kenapa sebagian nilaiku ada yang belum keluar. Wah, perlu sedikit kesabaran dan bertahan dengan apa yang sedang aku hadapi.

Sebuah dilema. Aku harus ke Tasik atau aku mengerjakan tugas terlebih dahulu baru kemudian ke sana. Seandainya aku ke Tasik hari ini atau besok, maka aku tidak cukup satu hari atau dua hari di sana. Tidak cukup. Apalagi, kondisi Pamanku dalam keadaan, bisa dibilang agak parah. Informasi yang aku dapatkan dari kakakku, ketika ia meneleponku tadi, bahwa semua anak-anak Paman yang ada di Bogor dan Jakarta, kini sudah berada di Tasik berkumpul semuanya. Memang, aku pun ada perasan tidak enak belum bisa ke Tasik. Tapi.....aku sangat susah mendefenisikannya.

Mulai malam ini, aku hanya berd’oa kepada Tuhan, meminta agar Tuhan meringankan sakit yang diderita oleh Pamanku. Serta, mudah-mudahan, Tuhan memberikan kekuatan dan umur yang panjang kepada paman kami. Juga, aku berharap pada-Nya, agar aku diberi kesempatan dan kesehatan untuk bisa menengok Paman di Tasik sesegera mungkin.

Sekali lagi, Paman, jangan merasa gundah, Paman harus kuat, karena Ia ada di sampingmu.

00.27

“Alhamdulillah”, kata itu lah yang pertama kali aku ucapkan pada malam yang begitu dingin ini. Beberapa jam yang lalu, aku merasakan kenikmatan yang tiada terkira. Yang selama ini kutunggu-tunggu, akhirnya datang dan menyapa juga, meski hanya sebentar. Ya, kenikmatan itu adalah berupa hujan. Lumayan. Bandung dan sekitarnya merasa mendapat anugrah yang hilang, dan kini telah kembali. Thanks, ya Allah. Semua itu karunia-Mu. Tanpanya, jalan-jalan berdebu dan sungguh gersang kurasa. Dengannya, semuanya menjadi terasa mekar kembali dan segar kemudian. Karenanya juga, kamar kosku sering kebanjiran. Biarlah, nikmati saja. Itu belum seberapa dibandingkan dengan ledakan Bom yang ada di Marriot dan Ritch Calton.

01.13

Diaryku, sudah larut begini kamu belum juga tidur? Apa yang sedang kamu lakukan? Apa kamu tidak merasa capek menemaniku? Maaf,ya Diaryku, tadi, setelah Magrib, karena aku merasa lelah, kau kemudian tidur. Dan, pada pukul 20.30, aku bangun kembali. Rasanya, malam ini aku belum merasa ngantuk. Aku lebih suka menemanimu daripada tidur. Meski aku tahu, badanku wajib diistirahatkan. Kalau belum ngantuk, kenapa mesti tidur,ya,kan?


Catatan 22 juli 2009

0 komentar
Rabu, 22 Juli 2009, 08.49

Hari ini, aku akan fokus pada pekerjaanku. Ya, aku akan mengerjakan tugas PPL-ku. Mudah-mudahan, aku terhindar dari rasa malas dan tidak bersemangat. Sudah sejak 3 minggu yang lewat sebenarnya aku ingin mengerjakannya, tapi ada saja halangan dan rasa malas itu. Entah mengapa.Setiap ada tugas dari kampus, aku selalu malas dan tak bersemangat untuk mengerjakannya. Terkadang menunda-nunda. Bahkan akhirnya tidak jadi dikerjakan. Mungkinkah itu sifatku? Mungkinkah juga terbawa oleh Plegmatisku? Nampaknya, hanya akulah yang pantas menjawabnya. Tapi, kalau untuk melakukan yang lain, atau tugas di luar kampus, aku selalu semangat melakukannya. Apalagi, menulis seperti ini.


Jadi, sampai kapan aku harus menunda-nunda mengerjakan tugas kuliah? Apakah aku harus santai begini terus? Aku, orangnya adalah super santai. Tidak pernah merasa diburu tugas, atau apalah itu. Selain aku terkenal santai, aku pun cinta pada kedamaian. Aku pun, orangnya mudah percaya pada sesuatu. Tapi, aku percaya setelah beberapa pertimbangan. Hah, pokoknya, aku ini serba nyantai. Sampai hari ini saja, membuat laporan hasil PPL belum juga rampung. Bahkan, Kata Pengantar pun belum sama sekali. Yang sudah adalah membuat kerangkanya saja. Itu pun termasuk lumayan, ketimbang tidak sama sekali.

Detik ini pun, aku tidak terpancing sama sekali untuk meneruskan mengerjakan tugas PPL. Padahal, besok, rencananya adalah hari bimbingan terakhir sama Dosen Pembimbing. Dan, pada tanggal 27 Juli 2009, hasil PPL itu akan diujikan layaknya ujian Skripsi. Wah, ngeri banget,deh. Gak ngeri-ngeri amat,sih. Ngapain juga ditakutin,ya,gak? Yang merasa takut barangkali yang tidak PD dengan dirinya dan dengan tugasnya. Kalau memang tugas PPL itu hasil dirinya, kenapa merasa takut,ya,gak? PD aja,lagi!! Cie, kayak yang udah aja tugasnya...

Yah, minimal membuat orang semangat kan gak papa. Meskipun, aku sendiri sebenarnya belum sempurna. Aku seneng kok membuat orang bahagia. Aku juga seneng membuat orang tertawa. Terkadang, aku pun seneng membuat orang jengkel,marah, dan seabrek ketidaksenangan terhadapku. Biasa....manusiawi. Aku sudah katakan sebelumnya, bahwa aku ini mahluk yang tidak akan sempurna dihadapan Tuhan dan kita. Tapi yang jelas, dihadapan Gajah, Sapi, Kambing, Jerapah, Domba, Ayam, Ular, dan juga mungkin Semut, akulah yang paling sempurna. Tanpa menutup kemungkinan, aku pun bisa banyak belajar dari mereka. Walaupun, mereka tidak sesempurna aku. Meski begitu, aku terkadang tanpa disadarai menjadi murid mereka. Begitulah kehidupan, semuanya bahkan menjadi Guru.

Diaryku, maaf,ya...aku mau mandi dulu,nih!!

09.50

Ah, gak jadi,deh mandinya. Ntar aja, nunggu beberapa menit lagi. Soalnya, Handuk, dua-duanya basah. Jadi, aku jemur dulu sebentar supaya agak sedikit kering, dan dipakai pun nyaman. Aku sering membiasakan menjemur kembali Handuk yang telah dipakai mandi. Andai saja Handuk yang telah dipakai gak langsung dijemur lagi, Handuk itu akan menyebabkan atau mengeluarkan bau yang tak sedap. Juga akan berubah warna pada Handuknya. Akan ada bintik-bintik Hitam sebesar Tahi Lalatku. Ah, pokoknya aku harus menghindari hidup tidak sehat. Kan lebih baik mencegah daripada mengobati. Bukan hanya Handuk yang harus dijemur kembali, tapi juga Kasur Busaku. Hampir setiap pagi, bila tak turun hujan, aku pasti menjemur keduanya. Titik. Mandi dulu,ah....

11.40

Sebentar lagi waktu Dhuhur akan menyeruak. Tinggal beberapa menit lagi. Sekarang, bagi yang masih mengenal siapa dirinya, silakan bersiap-siap membersihkan diri menuju Kamar Mandi. Mandi, atau hanya sekedar wudhu saja. Setelah itu, bersatulah bersama Tuhan. Diupayakan, nikmatilah senikmat-nikmatnya bersamanya. Kapan lagi.

22.47

Baru saja, kira-kira 15 menit yang lalu, aku baru datang dari Warnet G@net. Tak ada yang aku lakukan selain bersilaturahmi ria bersama-sama teman satu komunitas. Facebook. Sekali waktu, aku juga mampir di rumahku. Duniakatakata.wordpress.com. Begitu juga dengan Ustadku, ustad Google yang tak lupa aku kunjungi. Ustad Google lah yang selama ini menjadi tempat bertanya tentang segala hal yang belum aku tahu.. Berkat beliau lah juga aku agak sedikit pintar.

O, iya, setelah salat Ashar tadi, aku mencoba mengunjungi Perpustakaan kampus. Aku naik ke lantai dua. Di sana, aku langsung melahap beberapa koran yang tergeletak di Meja panjang. Ada Kompas, Republika, Pikiran Rakyat, dan Jakarta Post. Aku mendahulukan membaca Kompas hari ini. Setelah itu, aku membaca dan membolak-balik Kompas edisi Minggu. Aku senang dengan Kompas Minggu, favoritku adalah rubrik Seni. Di sana ada Cerpen dan Sajak-sajaknya yang menyentuh. Kompas Minggu pun aku sudahi. Kemudian, aku buka Kompas edisi Selasa, 21 Juli 2009. Perlahan tapi pasti, aku bolak-balik juga itu koran itu. Ketika sampai pada rubrik Jawa Barat, aku agak santai cara membuka lembaran demi lembaran. Sangat santai. Teliti. Nah, pada rubrik Forum, tepatnya di sebelah kiri, atau pada rubrik Surat Pembaca, mataku langsung tertuju pada sebuah judul Surat pembaca,”Orientasi Siswa/Mahasiswa” Begitulah judul itu katanya. Wah, berarti Surat Pembacaku dimuat. Setelah aku lirik ke bawah nama pengirimnya, ternyata benar, namaku;Cecep Hasanuddin,Manisi, Cibiru, Bandung. Sedikit kegembiraan ada padaku waktu itu. Yah, lumayan,lah dapet dua voucer nonton di Bioskop secara gratis. He..

Catatan 21 Juli 2009

0 komentar
Selasa, 21 Juli 2009, 17.07

Aku merindukanmu Diaryku. Setiap aku melihatmu, ingin rasanya aku mengajakmu ke sebuah tempat yang nyaman yang di sekitarnya terdapat kicau Burung Nuri.

18.28

Diaryku, aku hanya ingin katakan kepadamu, bahwa aku hari ini, aku merasa gembira. Sedikit saja. Tidak banyak. Ya, Surat Pembaca yang aku kirimkan ke Pikiran Rakya beberapa hari yang lalu, akhirnya dimuat juga. Biasa, menyoal MOS! Diary tahu kan apa itu MOS? MOS itu, Masa Orientasi Siswa. Kok Surat Pembacanya tentang MOS? Diaryku, sebenarnya aku sudah bosan dengan pemberitaan MOS yang di dalamnya ada kekerasan yang dilakukan oleh kakak senior.

Apa bener? Mau bukti? Tuh, kalo Diary liat berita di TV tanggal 16 Juli 2009, pukul tujuh pagi di salah satu TV swasta. Bukan hanya kekerasan kata berita itu. Tapi, ada yang sampai merenggut jiwa segala. Nah, setelah mendengar berita itulah aku langsung menulis Surat Pembaca. Kira-kira pukul 10 pagi, aku langsung mengirimkan Surat Pembaca itu. Yah, dan hari ini, 21 juli 2009, surat itu dimuat. Ya, itung-itung belajar aktualisasi diri plus menulis. Diaryku, do’akan aku,ya supaya aku bisa menulis,menulis, dan menulis.

Catatan 19 dan 20 Juli 2009

0 komentar
Ahad, 19 Juli 2009, 16.53

Kira-kira pukul 12.30 tadi siang, aku dan temanku baru saja datang dari memenuhi undangan resepsi pernikahan teman lamaku. Aku dan temanku berangkat dari kos tepat pukul 08.00. Agak sedikit terlambat. Untuk menuju sasaran,kami menggunakan mobil bis mini. Namanya KOBUTRI. Dari Cibiru, tempat kami, ongkosnya 5000 ribu rupiah per-orang.


Senin, 20 Juli 2009, 08.35

Maaf Diaryku, kau kutinggalkan seorang diri. Aku mohon, kau jangan sedih,ya. Kesedihan hanya membuat bertambahnya kesedihan. Karenanya, sekarang, pagi ini, kau harus gembira menyambutku juga menyambut mentari pagi. Lima menit yang lalu, aku menjemur dua kasurku di lantai dua bangunan kos ini. Itu memang sudah jadwalku. Kalo tidak dijemur, ntar kasurnya berbau tidak sedap dan menyebabkan banyaknya kutu-kutu berkeliaran. Kan bahaya kalo badanku gatal-gatal hanya gara-gara kuman di kasur. Capek,deh!!

Ya udah, aku mau melanjutkan cerita perjalananku kemarin ke Majalaya. Aku dan temanku sampai di sana tepat pukul 09 lebih. Ternyata, setelah kita sampai depan rumah temanku itu, suasana sepi. Pintu rumahnya terkunci. Di sana hanya ada Ayam jago sedang melakukan tindakan tidak senonoh terhadap ayam betinanya. Tepat di depan mata kami. Kami tak bisa berbuat apa-apa, selain mengucapkan,”Astagfirullah!! Ayam!! Bisa-bisanya Kamu!!” Kedua Ayam yang lagi asyik itu pun tak mendengar apa yang kami ucapkan. Mungkin saking nikmat dan khusuknya. Kemudian, ada seorang ibu dan anak gadis lewat di depan kami.”Bu, rumah Ahmad,kok sepi,ya? Kira-kira, di mana resepsinya,ya? Ibu itu pun menjelaskan kepada kami bahwa acara resepsi letaknya agak jauh dari tempat kita ngobrol. Kira-kira, kalo naik Ojek ongkosnya 5000 rupiah. Tepatnya, di daerah Inpres Cigereleng ujung. Setelah mendapat hidayah, kami langsung menuju pangkalan Ojek. Belum sampai kami ke tempat Ojek berada, sekitar beberapa meter di mana kami sedang berjalan, Tetehnya Ahmad datang dengan menggunakan Motor beserta anaknya. Dengan spontan, aku memanggilnya,”Teh!!” Motor itu pun berhenti. Dia tahu, bahwa yang memanggil adalah aku;Cecep. Selanjutnya, aku pun menanyakan di mana Ahmad berada. Tanpa menjawab, ia langsung menyuruh anaknya, Sony, untuk mengantar kami ke tempat mertua Ahmad. Sedangkan Teteh Ahmad, turun di situ. Karena memang, jarak rumahnya tidak lagi jauh.

Akhirnya, kami sampai juga di tempat keramaian itu. Terdengar alunan musik Sunda khas yang disuguhkan ketika acara resepsi. Beberapa meter menjelang kami menyalami orang tua Ahmad, terlihat dari raut mukanya rona kebahagiaan. Ada sebutir senyum menghiasi wajahnya. Kami pun ikut hanyut dalam kebahagiaan itu dan langsung, kami menyalami yang ada di sekitarnya termasuk ke dua orang tuanya. Kami langsung masuk ke sebuah ruangan yang memang telah dihias sedemikian rupa, tentunya ala Sunda. Bukan Jepang, Amerika, atau yang lainnya. Di ruang itu, kedua mempelai menyambut kami dengan penuh kegembiraan dan mengucapkan banyak terimakasih atas kedatangan teman lamanya. Ahmad pun langsung bertanya padaku,”Kapan kamu menyusul seperti aku,cep?” Aku membalasnya dengan sebuah senyum. Itu saja.

Setelah kami ngobrol kesana-kemari baik dengan orang tuanya dan juga kedua mempelai, kami dipersilakan makan. Ya udah, tanpa pikir pendek maupun panjang, kami langsung menuju Parasmanan, karena memang, sejak keberangkatan dari kos, kami belum sarapan apapun. Itu memang kami sengaja sebagai bukti pengiritan. Acara makan dan dimakan pun usai. Kami kembali masuk ke ruang kedua mempelai berada untuk mengucapkan terimakasih, mengucapkan selamat atas pernikahnnya moga Mawaddah Warahmah, dan terakhir, kami memohon izin untuk pulang. Dan untuk paling terakhir, kami pun turut memberi sebagian harta kami dalam rangka turut membahagiakan keduanya.Yah, selamat menempuh hidup baru temanku.

12.23

Berjumpa lagi denganku dalam acara curhat bareng bersama Diaryku. Baik lah, pada siang yang begitu terik ini, tidak banyak yang ingin aku sampaikan. Aku terlalu takut, bila aku terlalu banyak menyampaikan, maka kalian juga bosan. Tapi, tak apalah kalian bosan denganku, asal saja kalian tidak bosan dengan Tuhan kalian. Begini, bahwa aku sebentar lagi akan segera menghabiskan bacaan novelku. Novelku itu berjudul”Gadis Garut”. Tebal juga,sih, lumayan. Berapa,ya tebalnya? Ntar,ya aku hitung dulu. Oh...ternyata tebalnya 275 halaman. Kira-kira, ada 5 halaman lagi yang belum aku baca. Insyaallah, hari ini pun rampung. Asyik lho membacanya. Novel itu berkisah tentang cinta dan segala rintangannya. Juga kisah kehidupan multietnik Indonesia awal abad 20. Latarnya pun kebanyakan terjadi di Garut. Sebagiannya ada di Betawi, Bandung, Surabaya, Semarang, dan Singapura. Gak percaya? Aku do’akan, mudah-mudahan kalian bisa membeli novelnya. Karena, bila aku ceritakan di sini, rasanya tak cukup waktu. Ok?

16.49

Tak ada yang lain yang ingin aku ucapkan pada detik ini selain ucapan syukur pada Allah, yang telah memberikanku kekuatan untuk bisa menyelesaikan membaca novel”Gadis Garut” sampai sampul paling belakangnya. Pokoknya ludes,deh. Tak ada yang tersisa. Yang tersisa,mungkin ketidakpahaman aku terhadap isi novel itu. Berarti, aku harus membaca ulang novel itu agar lebih paham. Semoga Tuhan mengizinkan aku untuk membaca kedua kalinya. Bila perlu beberapa kali. Rencananya, dan memang ini tugas, setelah novel itu dibaca, tugasku selanjutnya adalah menganalisisnya. Aku akan menganalisis dengan Pendekatan Biografis. Ya Allah, berikanlah aku kemudahan dalam mengerjakannya. Jadikanlah hasil analisisku menjadi yang terbaik,ya Allah. Jauhkanlah pula hamba-Mu ini dari kemalasan dan menunda-nunda pekerjaan, ya Allah. Berikanlah juga kekuatan kepada hamba-Mu yang lemah ini.

Catatan 18 Juli 2009

0 komentar
Sabtu, 18 Juli 2009, 09.12

Diaryku, terus terang, aku sangat bingung pagi ini. Entah mengapa. Sejak aku membuka bajumu, aku tak habis pikir, aku bingung, aku mau nulis apa? Rasanya, otak ini hampa. Otak ini terasa tidak ada apa-apanya. Kosong. Sepi dengan kata-kata. Apa yang salah denganku,Diaryku? Apakah aku sudah lama tidak membaca buku sehingga aku kehilangan kosa-kata? Apakah itu Diaryku? Tolonglah aku sahabatku. Jangan biarkan sahabatmu ini lalai dalam membaca dan menulis. Suruh lah ia terus memperkaya kosa-kata dengan membaca dan mengabadikannya dalam menulis. Berikanlah semangat padanya. Bukankah memberikan semangat pada saudaranya adalah bagian dari ibadah juga? Kau lebih tahu Diaryku.


Terus? Apa yang hendak aku tulis,Diaryku? Adakah kau ide buatku? Jangan biarkan aku ini mentok terlalu lama. Bila kau ada ide, cepatlah beritahu aku. Apakah kau juga sedang tak ada ide,Diaryku? Apa kau mentok juga sama sepertiku? Masyaallah Diaryku, tolong tangkap ide itu, atau kau ingat-ingat kembali kenangan yang berkesan dalam hidupmu. Kemudian, tulislah di buku Harianmu atau di Komputermu. Bila kau sangat sulit menuliskannya, tulis saja tentang kesulitanmu. Tulis saja apa adanya, dan adanya apa. Jujurlah pada hatimu. Karena, bila kau menulis menurut kata Hatimu, maka tulisanmu akan semakin indah. Percayalah. Karyamu akan terus dikenang oleh anak cucumu kelak. Kau tidak akan mati. Bila saja kau memang mati, itu hanya fisikmu saja. Sedangkan karyamu, tidak akan pernah mati. Ia akan terus diapresiasi oleh mereka yang cinta kepada ilmu. Kita mungkin tidak ragu lagi dengan kehebatan Buya Hamka dengan”Tenggelamnya Kapal Vanderwick,”Di Bawah Lindungan Ka’bahnya, dan juga Maha karya”Tafsir Al-Azharnya” Kemudian ada Pramoedya Ananta Toer dengan”Bumi Manusianya” dan karya lainnya. Hamka dan Mas Pram, kini memang telah tiada, namun karya mereka, sampai hari ini terus hidup dan terus diapresiasi. Tidak kah kau terpancing untuk berkarya,Diaryku?

16.48

Langit diluar terlihat mendung. Aku pun yakin. Belum tentu itu pertanda akan hujan. Tapi, memang agak gelap tidak seperti biasanya. Seandainya saja turun hujan, aku turut bersyukur atasnya. Aku pun selalu menunggu sebenarya. Cuma aku tak ingin cerita saja denganmu. Aku malu menceritakannya. Aku tak tahu apa sebabnya. Aku hanya ingin mengatakan bahwa lingkungan yang ada di sekitarku, kini, sudah mulai berdebu. Kering. Kerontang. Berhawa panas. Gersang. Wah, banyak sekali sebutannya. Segudang mungkin kalau aku mau menyebutnya. Makanya, berat sekali harapan aku, agar hujan turun sore ini. Turunkanlah ya Allah kekuasaanmu. Agar semua binatang kecil bersorak-sorai mencicipi air langit-Mu. Begitu pun denganku, aku ingin menikmati air hujan, memainkannya layaknya anak-anak ketika bermain air hujan.

17.16

Maaf agak sedikit telat,Diaryku. Barusan, aku ada urusan dengan Tuhanku. Alhamdulillah, urusan itu telah saya selesaikan. Tinggal menunggu beberapa jam lagi, aku harus wajib lapor kembali. Bila aku lupa, atau aku pura-pura melupakannya, kiranya tak masalah bagi Tuhan. Tapi bagiku, itu beban yang sangat membebani. Jiwaku tak kan pernah tenang karenanya. Masalahnya, aku wajib lapor lima kali dalam sehari. Diaryku, aku jadi teringat dengan Syeh Puji. Apakah Diaryku tahu siapa Syeh Puji? Aku sangat yakin, bahwa kau tahu tentangnya walau hanya sedikit. Beberapa bulan yang lalu, dia pernah tersandung kasus pernikahan siri dengan seorang wanita di bawah umur. Namanya Siti Ulfah kalau tidak salah. Nah, karena kasus itu, Syeh yang selalu memakai Jubah itu dikenakan wajib lapor ke Kepolisian setempat. 2 kali dalam seminggu. Itu pun, katanya, gak pernah datang sama sekali. Akhirnya, dengan sedikit memaksa, polisi mendatangi rumahnya dan kemudian digelandang ke kantor Polisi. Ah...ada-ada saja. Aku saja, wajib lapor dengan Tuhanku, Tuhan Syeh Puji, dan Tuhan kita semua sebanyak 5 kali dalam sehari. He..

Catatan 17 Juli 2009

0 komentar
Jum;at, 17 juli 2009, 08.35

Hai Diaryku, jumpa lagi denganku di hari yang mulia ini. Tentunya dalam topik dan bahasan yang berbeda. Tapi, apa,ya? Oh, iya, hari kan hari Jum’at, hampir lupa aku. Padahal, perasaan, Jum’at baru saja kemarin. Sekarang, sudah Jum’at lagi. Alangkah begitu cepatnya hari. Aku pun tidak tahu, sudah maksimal kah perbuatan baik yang telah aku lakukan? Atau aku lebih banyak berbuat tidak baiknya ketimbang baiknya? Hanya sang pemilik Alam lah yang patut menilainya. Aku hanya mencoba berusaha melakukan yang terbaik yang aku lakukan. Adapun sekiranya keburukan yang aku lakukan, mudah-mudahan, itu memang perbuatan yang aku tidak sadari, atau itu tanpa sengaja. Bagiku, itu wajar sebagai mahluk yang tidak sempurna. Mengutip Bunda Dorce,”Kesempurnaan hanya milik Allah”.



O,ya, barusan, aku sudah motong kuku kaki-tanganku. Bukan apa-apa, karena memang kuku kaki-tanganku sudah mulai panjang-panjang. Dan, itu kurang pantas menghiasi tubuhku. Aku bukan seorang Sekretaris yang kerjanya kantoran. Kalau Sekretaris, boleh lah panjang kuku-kukunya. Mungkin,lho? Mereka, yang jadi Sekretaris, kan kerjanya gak kotor-kotoran seperti aku. Aku, kerjanya main tanah melulu. Bila panjang saja sedikit, penuh tu ama tanah. Gak cocok, deh jadi Sekretaris! Mening kamu aja. Selain itu, hari ini kan Jum’at, katanya, tuh, menurut kitab Hadits, bahwa membersihkan anggota tubuh pada hari ini, itu sunat hukumnya. Bukan berarti mendeskreditkan hari-hari yang lain,lho. Tapi, ada nilai plus lah dari Tuhan. Malah, hari-hari selain hari Jum’at, memberesihkan tubuh itu terbilang wajib. Kalau saja gak wajib,nih, mungkin aku gak bakalan mandi seumur hidup.

Wah, nasi udah masak ,tuh! Sekarang, aku akan membeli sesuatu yang bisa menemani nasiku. Kan kasian kalo nasi sendirian. Ntar sedih,lagi....Ya, udah, aku mau keluar kamar dulu,ya. Do’akan,ya. Supaya aku bisa kembali menemuimu.

10.44

Indonesia diguncang Bom. Diaryku, lagi-lagi kita dikejutkan oleh Bom. Ya, baru saja, aku menyaksikan berita di hampir seluruh televisi yang ada, semuanya memberitakan tentang ledakan Bom yang terjadi di hotel JW.Marriot dan hotel Ritch Carlton, Kuningan, Jakarta pusat. Itu terjadi sekitar pukul 07.45 hari ini. Korban yang meninggal mencapai 9 orang, bahkan bisa lebih. Karena itu hanya keterangan sementara.

16.34

Diaryku, bantu aku berdo’a,dong. Please...Sekarang, aku butuh semangat untuk berbuat sesuatu dan mampu melakukannya. Ya, Allah, berikanlah kepada hamba ini kemampun untuk melakukan sesuatu. Dan tolong ya Allah, jauhkanlah hamba-Mu ini dari sifat malas yang mengungkung jiwa. Lepaskanlah aku darinya ya Allah. Permudahlah urusanku ya Allah, jangan kau persulit. Karena kepada siapa lagi aku memohon selain kepada Engkau. Juga, hindarkanlah aku ya Allah, dari perbuatan-perbuatan yang aku benci dan kau juga benci. Hamba mohon, ya Allah. Kabulkanlah segala permintaan hamba. Aamin.

Catatan 16 Juli 2009

0 komentar
Kamis, 16 Juli 2009, 12.00

Diaryku, baru saja aku menelanjangimu, eh Adzan bergema. Ya, aku langsung mengucapkan,”Betapa cepatnya waktu”. Ibarat kilat cahaya petir. Begitu cepat. Begitu melesat. Ah, waktu, waktu.




12.28

Maaf, Diaryku, barusan kau tinggal dulu beberapa menit. Bukan bermaksud mencuekkanmu. Tidak sama sekali. Aku baru saja melaksanakan kewajibanku. Tapi, bukan menggugurkan kewajiban,lho. Masalahnya, aku yang butuh, bukan Dia. Tuhan tidak butuh aku. Tuhan hanya butuh pengabdianku. Bukan aku secara fisik. Fisikku hanyalah tidak lebih dari sebongkah Bangkai yang terletak di pinggir Got. Tidak lebih dari itu. Diri ini hina sebenarnya, hai Diaryku. Apakah kau dengar ocehanku? Semoga kau mendengarkannya, meski terkesan bosan. Ingat Diaryku, semakin kau bosan dengan kata-kataku, semakin aku senang mengumbar deraian deretan kata ini. Sekali lagi, jangan coba kau menghalangi untuk sekedar menelanjangimu. Jangan pula coba meronta. Sekali meronta, berulang kali pula aku akan menindihmu. Bahkan, aku akan coba menetaskan bibitku padamu. Agar, apa yang telah kita perbuat, akan menghasilkan. Ya, aku ingin dinilai orang, sebagai manusia kontroversial. Aku tidak mau menjadi manusia biasa. Tapi, menjadi manusia luar biasa, dan biasa di luar. Maaf, Diaryku, bila kata-kataku terlalu meninggi. Seandainya saja tidak seperti ini, mana mungkin aku berhasil menelanjangimu. Sekali lagi, maaf.

Diaryku, ada hal yang ingin aku katakan kepadamu. Kita kan pernah berjanji, apapun yang terjadi, apapun yang aku rasakan, dan apapun yang aku alami tentangku, aku akan selalu menceritakannya padamu. Begitu pun dirimu. Dan kita pun telah mengikat janji setia, bahwa kita adalah sahabat. Aku berusaha untuk tidak mengingkari itu. Begini Diaryku, tadi pagi, sekitar pukul 10 Waktu Indonesia Bandung (WIB), tepatnya, setelah aku membaca sebuah novel. Novel itu berjudul,”Gadis Garut”. Ada yang menghubungiku lewat Hp Siemen jadul milikku. Awalnya, aku tak mau mengangkat. Soalnya, nomor Hp yang muncul pada layar Ponsel itu tanpa nama. Alias nomor baru.Huh..

Tapi, aku harus menghargai siapa pun yang coba menghubungiku. Termasuk yang tanpa nama sekali pun. Atau, apalah, aku gak tahu alasanya. Nah, aku angkatlah itu Hp. “Assalamualaikum” Kataku spontan. Suara nun jauh pun menjawab salamku.”Cep, ini Ahmad” Katanya. Dari suaranya saja, aku tampak kenal sekali siapa Ahmad. Dia adalah teman lamaku ketika dulu di Sumatra. Kini, ia dan sebagian keluarganya sudah pindah lagi ke daerah asalnya, Majalaya, Kabupaten Bandung. Hampir di sekeliling desanya berdiri puluhan Pabrik. Yang dari Corong-corong Pabrik itu menguapkan asap-asap hitam. Sehingga, kini, dan mungkin seterusnya, daerah itu akan berhawa panas. Sepanas ditolak Cewek ketika nembak.

15.44

Tiga menit yang lalu, aku baru saja berlabuh ke Pulau Kapuk. Lumayan. Urat-uratku agak sedikit rileks. Rasanya,tak ada mimpi yang kulewati. Jadi, tak ada yang mesti aku ceritakan. Aku hanya ingin, sebelum aku salat Ashar ini, menyambung cerita tentang si Ahmad terlebih dahulu. Biasanya, bila dinantikan, aku sering terkena sindrom lupa. Makanya, aku ceritakan sekarang saja. Aku pun sangat paham bahwa ada sebuah pepatah yang mengatakan,”kerjakanlah hari ini apa yang bisa kamu kerjakan, jangan menunggu sampai esok hari,” Karena ujaran dan ajaran itu lah, hingga aku sedikit bisa menghargai waktu. Bagiku, 5 menit adalah waktu untuk berkarya. Apalagi, lebih dari itu.

Nama aslinya Damat. Panggilannya sejak kita kecil adalah Ahmad. Matanya sipit. Mirip keturunan Xianjiang., atau Urumqi. Rambutnya gimbal. Sedikit saja panjang, yah...hampir sama seperti Mie yang sudah direbus.. Itu dulu,lho...gak tahu lah sekarang.

16.50

Intinya, pembicaraanku dengan Ahmad adalah menanyakan kabarku, juga kabarnya. Dia pun menginformasikan padaku, bahwa, minggu depan, tepatnya 19 Juli 2009, ia akan melangsungkan akad pernikahan dengan seorang gadis yang dicintainya. Tidak jauh-jauh. Masih tetangga terdekatnya. Dengan pengharapan yang sangat, Ahmad memohon supaya aku hadir dalam akad itu. Aku hanya mengatakan,”Insyaallah aku akan datang pada hari dimana kau bahagia” Selanjutnya, dalam pembicaraan via telepon itu, aku jujur padanya jangan pernah marah bila aku datang ke sana, aku tak membawa Kado spesial pernikahan. Tak apa-apa,katanya. Yang jelas, hadir saja dulu. Ia menambahkan. Ya, sudah. Cuma itu. Aku hanya gembira dan bangga mendengar kabar itu. Berarti, temanku tadi, sudah siap lahir-batin. Sudah menerima segala resiko yang akan menimpa di kemudian hari. Siap mengarungi bahtera rumah tangga. Semoga saja, mereka berdua hidup rukun, aman ,dan damai. Kalau dala bahasa agamanya,”Mawaddah Warahmah” Aku sebagai teman, hanya bisa mengucapkan selamat menempuh hidup yang baru. Mudah-mudahan diberikan rezeki yang halal melimpah, dan umur panjang yang berkah, serta dilimpahkan keturunan yang soleh dan solehah.

21.49

Diaryku, malam ini, aku sedang sedikit sedih, karena aku sedang mendengarkan lagu-lagu Bollywod. Kenapa sedih? Pasti ada sejarahnya. Ya, lagu itu mengingatkanku pada perpisahan kelas 3 MAN Model tiga tahun lalu. Khususnya kelas Bahasa. Waktu itu, kami satu kelas rihlah ke Curup. Yang kami kunjungi adalah Danau mas, Air terjun, dan Kebun teh. Rasanya, ingin sekali bertemu dengan teman-teman. Aku rindu kebersamaan. Aku rindu canda tawanya. Aku juga rindu makan bareng-barengnya. Tapi, kini, semuanya telah berpisah menempuh jalan masing-masing. Kita tak selamanya bersama. Adakalanya kita berpisah. Berpisah untuk sementara waktu. Suatu saat, kita juga akan dipertemukan bersama. Semoga. Sukses buat teman-temanku.

Catatan 15 Juli 2009

0 komentar
Rabu, 15 Juli 2009, 07.50

Diaryku, aku mau jujur padamu pagi ini. Boleh kan? Aku rasa boleh, karena kau adalah sahabat terbaikku yang selalu hadir dalam ketidakhadiranku. Begini, aku, subuh kali ini, tidak sempat salat subuh. Aku menyesal....sekali. Diaryku, kenapa kau tidak membangunkanku sebelum subuh sebagaimana biasanya? Apa kau juga ikut kesiangan? Bahkan tidak salat subuh juga? Aku bangun pagi pada hari ini tepat pukul 07.15. Ampuni aku ya Allah. Jangan biarkan diri ini teraniaya ya Allah. Aku bukan takut pada-Mu ya Allah. Karena kau tak pantas untuk ditakuti. Tapi, aku segan pada-Mu ya Allah. Juga aku malu pada-Mu.

Setelah aku sarapan pagi bersama temanku, kini ada tugas lagi untukku. Mau tahu tugasnya apa? Ya, aku mau nyuci dulu.





10.03

Alhamdulillah, aku barusan saja sudah nyuci. Banyak banget cucianku. Bejibun. Ada 2o kain yang aku cuci hari ini. Alhamdulillah juga, tepatnya, selagi aku menjemur pakaian, Mas warung menawariku buah Pepaya. Dalam bahasa Sundanya”Gedang”. Tapi, kalo dalam bahasa Bengkulunya, “Gedang” itu berati”besar”. Dalam bahasa Arabnya,”Babaya”. Dalam bahasa Inggrisnya, apa,ya, lupa aku. Ntar deh, aku cari di Hasan Shadly. Setelah Pepaya berhasil aku dapatkan, di kamar, aku langsung membelahnya. Kukupas. Kuiris kecil-kecil. Wuih...manis banget rasanya. Semanis Bidadari syurga. Meskipun aku belum sempat ke sana. Tapi, aku sudah nyarter tempat di mana Bidadari itu berada.

Eh, iya, aku ada cerita,nih. Tadi malam, ketika aku sedang bermain dengan emachinesku, aku sempat berkenalan dengan teman yang sebelumnya tidak aku kenal. Meski satu kampus. Dia sendiri yang mendahulukan bertanya padaku. Eh, siapa namamu? Katanya. Aku langsung menjawab. Hasan namaku. Sembari aku sibuk dengan FB-ku, dia pun begitu. Di tengah-tengah itu, aku bertanya padanya tentang biodatanya. Namanya, Abas hidayat. Asalnya dari Cirebon. Kayaknya, keturunan Sunan Gunung Djati,deh. Mungkin. Kuliahnya di jurusan Matimatian. Eh, Matematika. Semester akhir. Dia in the kos di perumahan Permai Cipadung. Katanya juga, ia sedang nyusun skripsi. Tapi, hanya bab satu aja, itu pun gagal. Di samping aktivitas kuliahnya, Abas juga mengajar privat bahasa Jepang. Tempatnya di Jatinangor, Sumedang.

Ia pun bercerita, sempat pula ia cuti selama satu semester demi mengajar bahasa jepang. Nilai kuliahnya, sempat bobrok. Itu lah jalan hidup, begitu katanya menambahkan. Abas pun sempat menawarkan padaku. Menawarkan bila ingin belajar bahasa Jepang, datanglah ke kamarnya. Tawaran itu kusambut dengan ucapan terimakasih. Insyaallah kataku selanjutnya. Dia pun bertanya tentang dari mana aku berasal, jurusan apa kuliahnya, sampai di mana aku nge-kos. Yah, aku jawab saja seadanya. Aku berasal dari Bengkulu. Aku jurusan paling mengerikan diantara jurusan yang lain. Sastra Arab. Kosku ada di Manisi, dekat kolam pemancingan. Setelah kutanya, apakah tahu daerah kolam pemancingan, ternyata, Abas belum tahu. Belum terlacak.

Aku pun kembali bertanya pada Abas. Manakah yang paling sulit, belajar bahasa Inggris atau Jepang? Katanya,sih, menurut pengalaman dia, lebih enak belajar bahasa Inggris. Tahu kenapa? Karena, dalam bahasa Jepang itu, yang paling sulit adalah cara menulis hurufnya. Bahasa Jepang, menekankan pada tulisannya. Persamaan bahasa Jepang dan Indonesia, hanya pada huruf vokalnya saja. A,I,U,E,O. Selain itu, tidak ada. Ia pun meneruskan, jika ingin bisa bahasa Jepang, intinya pada tulisan. Harus selalu dilatih dalam menuliskan hurufnya. Huruf Jepang berbeda dengan hurup yang biasa kita pakai. Sangat berbeda.

Catatan 14 Juli 2009

0 komentar
Selasa, 14 Juli 2009, 09.00

Aku menyesal pagi ini. Aku bangun rada kesiangan. Tepatnya, pukul 07.00. Astagfurullah. Salah apa aku? Aku langsung bergerak maju menuju kamar mandi. Cuci muka. Wudhu tepatnya. Selanjutnya, aku langsung salat. Aku gak tahu, salat apa siang begini. Subuh bukan, atau barangkali Dhuha pun belum waktunya. Ya, udah, gabungin aja. He..Yah...minimal salat tobat dua rakaat. Boleh kan?





Catatan 12 Juli 2009

0 komentar
Ahad, 12 Juli 2009, 07.06

Diaryku, tahu,gak? Aku tadi malam, pokoknya setelah Isya, aku kembali mengunjung mas Jawa itu. Aku mengambil sesuatu yang aku butuhkan. Mungkin cukup untuk tiga hari ke depan. Beras satu kilo setengah, Mie Goreng 2 buah, Wingko Babat 1, Kacang garuda 500-an 2, Selai pisang 500-an 2 buah. Total utangku yang ada dalam catatan mas jawa malam itu semakin membengkak. 53.000 ribu rupiah. Tak apalah, sekali-kali membuat orang kaya dan senang.

Pukul delapan malam lebih 10, aku melangkahkan kaki ini menuju kampusku tercinta. UIN Bandung. Aku menuju masjidnya. Iqomah namanya. Masjid yang terbilang mewah lah sebanding masjid yang ada di desaku. Tapi, masjid itu menyimpan misteri yang sampai saat ini aku tak mengerti. Beberapa bulan yang lalu saja, temanku kehilangan Sandal barunya. Harganya pun lumayan mengerutkan dahi bagi yang tak biasa. 75.000 ribu. Kulit lagi. Lingkungan akademis yang banyak pencuri. Mungkinkah mahasiswa yang buat iseng? Mahasiswa UIN gitu,loh? Yang setiap harinya, dapat dipastikan ada matakuliah Fiqih, Hadits, Qur’an, dan matakuliah berbau agama lainnya.

Dua tahun yang lalu pun, masih teman yang itu juga. Karena memang, temanku yang satu ini kerap kali tertimpa musibah. Aku pun tidak tahu. Mungkin Tuhan yang mahatahu. Wah, ini lain lagi, bukan Sandal yang hilang, melainkan Sepatu. Itu pun baru saja dibeli. Bila tak salah, 250.000 ribu. Hitam warnanya. Ada sedikit putih. Yang bikin aku aneh, sebelum salat, sepatu itu Dia titipkan di ruang penitipan. Di sana pun, penjaganya ada. Setelah salat Dhuhur merasa sudah ditunaikan, Dia pun mencoba keluar dari ruangan masjid. Ketika bermaksud mengambil sepatu di tempat penitipan, setelah dilirik, kok sudah tidak ada. Aneh. Padahal, tadi kan ada penjaganya. Dengan hati yang amat sangat dongkol, temanku tadi hanya bingung dan tak terhindarkan kata-kata yang tak pantas pun terpaksa membuncah.

Kata-kata yang keluar dari mulutnya yang kesal semakin tidak terkendali. Berarti, temanku sudah dua kali kehilangan barang di lingkungan masjid Iqomah.”Anjing!, Goblog!, Saha,sih jelema,teh! Aing geus dua kali leungit didieu,” umpatnya. Tapi dia pun sadar, sebenarnya, meskipun temanku tadi mengucapkan beribu kali kata Anjing, Goblog, dan lainnya, tetap saja tidak akan kembali apa yang sudah hilang. Hilang ya hilang. Sampai pada akhirnya, temanku tadi tidak sempat mengucapkan klarivikasi atas ucapannya yang kurang senonoh. Ucapan “Astagfirullah”,misalnya. Tapi, ditunggu-tunggu, tak memuncrat juga. Ia pun juga berpikir, apakah akan kembali sepatu yang hilang tadi bila saja mengucapkan”Astagfirullah”? Makanya, kesimpulannya, ia tak mau mengucapkan sepatah kata pun. Yang lalu biarlah berlalu.

Eh, Diaryku, maaf,ya aku terlalu banyak mengingat masa lalu. Ya, setelah aku sampai di Teras Iqomah, aku melihat, di dalam masjid ada semacam orang-orang sedang berkumpul. Dan, orang-orang itu disekat dengan semacam Hijab buatan. Wah, nampaknya, sekat tadi untuk pemisah antara, atau bahasa PKS-nya Ikhwan-Akhwat. O..memang benar, yang mengadakan acara itu ternyata anak keturunan PKS sendiri. KAMMI. Aku mendengar agak sayup-sayup, apa yang mereka diskusikan. Tapi, ada sedikit yang terdengar olehku apa yang disampaikan Pemateri di dalam masjid itu. Membahas soal untuk ujian masuk UIN sepertinya. Ini materi BIMTES mungkin.

Aku pun langsung membuka emachinesku tanpa memerhatikan lagi apa yang sedang diperbincangkan di dalam masjid. Yang jelas, perkumpulan itu bukan perkumpulan menyesatkan. Karena aku tahu, tak ada yang sesat atau menyesatkan di dunia ini. Yang sesat adalah yang mencoba mengatakan sesat kepada selain kelompoknya. Juga yang mencoba mengatakan”Aku yang paling benar!” Atau yang yang berani mengatakan”Di sini lho yang paling tepat!” Aku kira, itu yang disebut sesat karena ketidaksadarannya bahwa ia sesat. Ah, gak tahu lah. Aku juga bukan orang yang pandai mendikte mereka sesat atau ini tidak sesat. Barangkali aku yang sesat.

Sambil membuka akun facebook, aku pun memandang langit. Malam itu, sepertinya langit sedang bersedih dan terlihat murung pada raut wajahnya. Aku tidak mengerti apa yang terjadi. Bukan hanya langit, di sana ada Bulan. Bulan pun begitu, sorot cahanya tidak seperti biasa. Redup. Seperti menangis. Langit terlihat mengeluh dengan keadannya. Aku pun yang memandangnya, merasa bersalah. Apakah Langit dan Bulan kurang menerima kehadiranku? Atau ada masalah lain yang lebih krusial? Mungkinkah Langit dan Bulan marah melihat kecurangan dalam Pilpres yang baru saja digelar? Hanya langit-Bulan lah yang pantas menjawabnya.

Aku mulai ke Beranda. Ada 1 permintaan teman. Aku langsung mengkonfirmasinya tanpa berpikir panjang. Mau yang sudah dikenal, atau pun tidak. Harus kuterima. Aku bukan tipe orang yang pandai mengabaikan permintaan orang. Ya, mudah-mudah, dengan menjalin banyak teman, jaringan, aku bisa hidup dan bahagia. Aku juga sadar betul, bahwa aku termasuk mahluk sosial. Hati ini terus mendorongku, jangan pernah menutup diri terhadap lingkungan yang ada. Siapa,sih yang tak mau sukses dalam pergaulan? Hanya orang-orang yang sakit”sosial” lah yang tak ingin berhasil dalam bersosialisai. Jadi, siapa pun orangnya, dari suku manapun, organisasi manapun, agama apapun, cantik, seperti cantik, agak-agak cantik, ganteng, kurang ganteng, aku akan menerima mereka dengan harapan bermanfaat dalam arti hubungan sosial antarmanusia.

Aku meng-klik”konfirmasi”. Tak lama, muncul nama Chairil anwar. Hah, Chairil Anwar? Dia kan sudah lama pergi sejak Tuhan mengambil nyawanya? Kok ada di akun facebook,ya? Bayangannya kah yang mengoprasikan facebook? Atau memang dia hidup kembali? Dengan perasaan tak menentu dan agak sedikit merinding, tak lupa juga, mulutku terus komat-kamit ayat-kursi. Serta ditambah ayat-ayat lain untuk memperkuat keberanianku untuk meng-klik nama”Chairil Anwar”.

Ayat-ayat suci pun telah aku baca. Aku agak sedikit ada kekuatan dan energi positif masuk dalam jiwaku. Tanpa ragu sedikit pun, aku langsung meng-klik nama yang penuh misteri itu. Jiwa yang tadi penuh cemas dan takut, kini aku terbahak sendiri disaksikan angin malam dan emachinesku. Karena, yang aku duga sebagai Chairil Anwar”asli”, ternyata, ini hanya duplikatnya saja. Nama boleh beda, muka tak mirip sama sekali dengan penyair yang dikenal bertangan dingin itu. Yang aku klik ini adalah Chairil Anwar-nya UIN. Dia anak sastra Arab juga. Kakak kelasku. Dalam kesehariannya, ia biasa dipanggil”Ariel”. Tapi, berbeda jauh nasibnya dengan Ariel Peterpan. Akhirnya, aku pun mencoba menulis di dindingnya. “Haturnuhun,Kang, atas add-nya”.

17.54

Adzan Magrib berkumandang di sekitar bumi Parahyangan. Begitupun di layar televisi. Semuanya adzan. Tapi, aku begitu yakin, kalau di Bengkulu, asalku, saat ini pasti belum adzan. Karena berbeda waktu antara Jawa dan Sumatra. Paling, berbeda beberapa menit lah. Meskipun berbeda waktu, yang jelas, suasana relijius sebagai hamba yang amat lemah, tetap dijalankan.

Diaryku, sore menjelang malam ini, entah kenapa, pikiranku ada bayangan yang seolah-olah, bayangan itu berbentuk kalimat perintah. Tentunya, itu ditujukan kepadaku. Atau, memang hatiku saja yang begitu perasa. Aku kira tidak. Tapi, ini semacam bayangan yang bisa sedikit membahagiakanku. Soal cewek. Cewek yang mana,ya? Entahlah....jika saja aku menuliskan tentang seorang wanita di sini, itu sangat tidak mungkin. Tak cukup waktu untuk menuliskannya di sini. Kenapa? Karena butuh perenungan mendalam. Dan, aku kira, rasanya tak cukup kosakataku untuk sekedar menggambarkannya. Ntar lah di lain waktu bila kosakataku telah setumpuk Gunung Manglayang.

Aduh, Diaryku, rasanya, perut ini tidak enak terus semenjak aku makan Mie Goreng beberapa jam yang lalu. Bungkusnya Mie goreng, tapi aku memasaknya malah direbus. Aku sengaja. Biar ada kuahnya. Aku takut bahaya makan Mie terus. Dapat dipastikan, setelah melahapnya, lambungku terus bereaksi. Kriuk-kriuk terdengar olehku. Pencernaanku gak menerima sepertinya. Sepuluh menit kemudian, aku langsung lari ke WC sambil membawa buku. Tentunya buku yang tidak berbau atau berisi kitab sakral. Hah, kok bawa buku? Ya, hampir setiap saat, bila aku silaturahmi ke WC, aku harus membawa buku. Tapi, itu pun bila ingin buang hajat besar dan mandi. Kalau sekedar buang air kecil, aku tidak membawanya. Waktunya sedikit. Menurutku, WC adalah the refresentative place for reading. Gak percaya? Jangan pernah percaya kata-kataku, bila belum mencoba. Dari pada melamun di WC, takut berbuat yang seharusnya diinginkan, mendingan membaca. Baca apa saja. Bebas. Asal jangan majalah Playboy!

Sekarang, mau makan apa,ya? Ah, gak ah..makan melulu yang dipikirin. Ada Mie,kok? Gak, ah. Nanti takut perutku bermasalah. Mungkin, aku gak cocok makanan yang murahan. Cocoknya, perutku ini, diisi oleh makanan yang dimakan oleh pak SBY. High class,dong! Ada-ada saja sampean iki. Begitu kenyataannya,kok?

23.03

Suasana kosku semakin sunyi. Yang ada hanya suara-suara Jangkrik yang sedang mencari makan, serta suara cengkrama kamar sebelahku yang sedang asyik menonton TV. Main bola kemungkinan. Biarlah mereka terus menonton dengan tontonannya. Biarlah juga Jangkrik-jangkrik yang berkeliaran itu menikmati kebebasannya. Sedangkan aku di sini, biarlah terus mengeja kata hingga batas waktu yang telah digariskan. Biarkan juga temanku mendengkur dengan segala keasyikannya. Tak lupa, di dekatku, berkeliaran beberapa binatang hitam sedang berkeliling-keliling. Ada yang besar, sedang, dan ada juga yang kecil. Ya, semut-semut itu. Nampaknya, mereka juga berkegiatan sedang mencari yang manis, atau makanan kecil. Atau, mereka, para semut itu, mendekatiku, karena aku cukup manis? Para semut pun tertawa terbahak tanda bahwa aku memang sangat manis. Versi Semut.

Eh, Diaryku, aku ada cerita,lho untukmu? Apa itu? Tadi, setelah aku salat Isya, aku coba kirim seuntai sms kepada seorang temanku. Dia seorang perempuan. Mempunyai Tahi Lalat di Pipi kanannya. Cantik orangnya. Sedikit pemalu. Rumahnya ada di Bengkulu. Tepatnya di Panorama, Lingkar timur. Ah, pokoknya ada di kota Bengkulu,deh. Kini, ia sedang kuliah di Universitas Muhammadiyah Bengkulu. Jurusan Biologi. Semesternya, sama denganku. Enam akhir.

Begini kira-kira sms yang aku kirimkan kepadanya,”Ass, halo, Ti...pa kabar? G ngapain,nih? Singkat saja. Sekedar menanyakan keadaannya. Lama aku menunggu jawabannya. Tak dibalas juga. Tak apalah, barangkali sedang tidak punya pulsa. Atau, mungkin saja dia sedang berpetualang di alam mimpi. Ah, subuh kayaknya dibalasnya.

Pada pukul 22.30, ada sebuah sms mampir ke Ponselku. Aku buka. Wah, dari Alti Apriani. Alhamdulillah, ya Allah. Hatiku terselimuti aroma gembira. Kubaca dengan seksama huruf demi huruf sms itu.”Waslm...Cep, besok Ti smstrn do’ain yo biar nilai Ti bagus. Coz, do’a orang baik cak CCP tu d dgar.....he....”

Mau kubalas langsung,gak,ya? Besok aja,deh sudah subuh.

Catatan 11 Juli 2009

0 komentar
Sabtu, 11 Juli 2009, 11.57

Diaryku, sekali lagi, maafkan aku. Bukan bermaksud melupakanmu. Aku sangat sadar, beberapa hari ini, aku tak menyentuhmu. Kira-kira sepulu hari lah. Aku rela kau marahin aku. Aku juga rela kau caci-maki . Rela sekali. Tapi jangan sampai kau tidak menyuruhku untuk berteman denganmu. Jangan sampai. Tanpamu, kepada siapa lagi aku bersimpuh dan mengadu. Karena kau lah yang pantas dan cocok buatku mencurahkan segala isi hatiku. Sekali lagi dan seterusnya, maafkan aku,ya.


Aduh, Diaryku, siang ini terasa terik sekali Matahari menyengat. Sudah lama tidak hujan. Aku sungguh merindukan hujan. Apakah kau juga begitu Diaryku? Aku harap kau juga sehati denganku. Tapi, terik itu perlahan berubah menjadi dingin. Diary tahu kenapa? Sebab, kala aku menidurimu dan menelanjangimu, masjid yang ada di samping kosku, tiba-tiba mengeluarkan suara. Yang aku tahu, suara itu keluar dimulai dengan kalimat”Allahuakbar-allahuakbar” dan diakhiri dengan”Laailahaaillallah”. Sampai suara itu tak terdengar lagi, aku masih tetap dalam posisi di atasmu. Sakitkah kau Diaryku? Semoga saja itu sakit yang berakhir dengan sebuah kenikmatan.

My Dear Diary, saat ini, atau tepatnya sudah beberapa hari ini, aku sedang dilanda”kanker”. Katanya,sih, penyakit itu berbahaya bagi perkembangan segalanya. Jadi, terpaksa saja, beberapa hari ini pun, aku bersilaturahmi dengan saudara Mas Jawa sebelah kosku. Kebetulan, mas Jawa itu punya warung. Gede warungnya. Dengan pendekatan emosi ala anak kos, akhirnya aku berhasil menundukkan pikiran mas jawa itu. Dengan berbagai alasan yang cukup dan disertai argumen yang kaya akan teori, Mas jawa itu pun menerima proposalku.Dan memang, mas Jawa ini adalah salah satu langgananku untuk membeli sesuatu plus tempat berhutang.

Tak ada sedikit pun rasa kesal di raut wajah mas Jawa itu ketika aku menghutanginya. Ia malah terlihat senang dengan maksudku. Malahan mas jawa berujar,”Santai aja,lah, Mas juga pernah merasakan hal yang sama seperti kamu, asal jujur saja sama saya,mah”. Kalimat mas itu semakin membuatku semangat dan semakin berkurang rasa maluku. Juga semakin optimis, bahwa, bila telat kiriman dari orang yang kukasihi, santai aja, tinggal datang saja ke warung terdekat. Mas Jawa. Mau apa saja, tinggal katakan. Beres. Selanjutnya, mas Jawa itu mencatat bonku di catatan khusus. “Hasan”. Sampai hari ini saja, sudah tercatat di buku khusus itu sejumlah 32.000 ribu rupiah. Itu belum seberapa kata Mas, dibandingkan tetangganya yang sudah berumah tangga. Menghutangnya sampai ratusan atau lebih dariku.

Diaryku, sampai saat ini, siang ini, aku belum makan. Beras ada, tapi lauknya harus beli. Sudah kukatakan, bahwa aku, sekarang lagi tak ada uang. Di kamarku ada celengan ikan yang terbuat dari tanah. Sengaja aku membelinya yang tidak terbuat dari plastik. Sebenarnya, sudah beberapa kali aku membeli celengan plastik, tapi, nafsu untuk membongkarnya terus mengintai. Akhirnya, ya dibongkar lagi dibobol lagi. Mudah-mudahan, dengan celengan yang terbuat dari tanah ini mengurangi kebiadabanku untuk membobolnya.

Dengan terpaksa, aku coba geledah seisi kamar, seisi Lemari, Baju yang menggantung, Baju yang bertumpuk ingin dicuci, serta di atas buku-buku. Barangkali aja ada uang yang tercecer atau tak dipakai lagi. Nah, ternyata ada juga yang aku cari. Lumayan untuk satu Mie. Aku menemukan 1.300 rupiah dari tempat Pena. Gembira rasanya hati ini. Meskipun sebenarnya agak sedih. Biasa, aku kan jauh dari orang terkasih. Pulang ke Rumah paling banter dua kali setahun. Liburan semester dan liburan puasa.

Uang tadi dimanfaatkan untuk membeli Mie. Mie kocok Bandung khas Jawa Barat. Yang membeli bukan aku, tapi temanku. Aku di kamar itu tinggal berdua. Atau sekamar lah. Menurut kita, biar pembayaran kosnya agak ringan. Berdua sekamar dihargai 225 ribu rupiah plus listrik. Sementara, aku masak nasi. Masaknya bukan seperti di desaku. Banyak asap dan pedih bila terkena mata. Pake kayu bakar ditambah daun Kelapa kering. Bukan pake itu. Sorry,ya. Tapi di sini, aku menggunakan produk dari modernitas. Restcooker. Tak sampai 10 menit, sudah mengeluarkan asap. Asapnya gak pedih,lho seperti di desaku. Lalu, siap dihidangkan meski berlauk Mie.

Walau makan berlauk Mie, kita tetap semangat dan lahap memakannya. Dan tentunya, kita bersyukur tidak begitu susah mencari sesuap nasi. Lantas, aku teringat dengan orang-orang Palestina, Ethiopia, dan di belahan negara lainnya yang mereka, sangat miskin, bahkan untuk makan pun susah didapat. Di Palestina misalnya,sebagian penduduknya hampir dalam keseharinnya, mereka hanya disuguhi Tank-tank baja Israel, Granat-granat panas, dan tembakan-tembakan penghianatan. Mereka susah untuk mencari kebebasan. Hidupnya sudah terbiasa dengan teror, bukan dengan Telor. Sedang aku di sini, belum seberapa. Udara kebebasan tebuka luas sekali.

Acara makan pun kusudahi. Lambung yang tadinya protes, kini tak lagi terdengar teriakannya. Alhamdulillah ya Tuhan. Berkat-Mu, aku hidup, juga berkat-Mu pula nanti aku mati. Nanti,lho, jangan sekarang!. Aku pun bergegas mandi meski terlalu siang. Tapi tak apalah, karena tak ada aturan baku mandi harus pagi atau siang. Yang jelas, harus tersentuh air. Begitu saja,kok repot. Eh, maaf,ya Gus. Kemudian dilanjutkan dengan sebuah ritual mendekatkan diri pada Tuhan. Jika bisa, menyetubuhinya.

Catatan 01 Juli 2009

0 komentar
Rabu, 01-07-2009, 09.04

Alhamdulillah, barusan saja, beberapa detik yang lalu, saya sarapan pagi. Nasi putih ditemani segenggam daging Ayam. Manis. Ala sunda memang. Dulu, pertama kali saya tinggal di Bandung, saya kurang menyukai masakan Sunda. Mau muntah rasanya, ketika saya mencoba mencicipinya. Saya tahu, karena saya tak biasa dengan masakan Sunda. Saya biasa masakan Padang. Pedas. Itu juga mungkin yang mempengaruhi watak saya saat ini. Tapi, lama-kelamaan, saya akhirnya suka juga masakan Sunda yang serba manis itu. Semakin cinta. Apalagi dibarengi dengan sambal terasinya, juga sambal cibiuknya. Yang benar-benar biuk.

Sebentar lagi saya mau ke kampus. Meskipun sebenarnya, untuk saat ini, kampus saya sangat sepi. Para mahasiswanya sudah libur, kecuali mungkin bagi mereka bimbingan yang sudah mencapai semester atas. Seperti saya misalnya. Karena harus sama dosen, melaporkan hasil PPL satu minggu yang lalu.Tapi tidak buat saya, saya hari ini belum mau bimbingan, ada hal yang belum selesai.

Yah, walau kampus saya sepi, saya harus meramaikannya. Minimal, saya harus berkunjung ke perpustakaannya. Membaca dan mencari informasi terbaru. Tentunya hanya di Pikiran Rakyat, dan berbagai koran lainnya.

Catatan 29 Juli 2009

0 komentar
Senin, 29 Juni 2009, 09.43

Segar yang saya rasakan. Barusan saja, saya sudah mandi. Mandi wajib. Bagi saya, setiap saya mandi adalah mandi wajib. Kalau memang mandi tidak wajib, maka saya pun tak akan mandi seumur hidup saya. Tanpa mandi, badan terasa tidak berkepala. Siapa yang gak mandi, pokoknya sangat berbahaya.Saya punya rencana lagi, setelah mandi dan makan. Mau mengunjungi perpustakaan kampus. Dalam rangka mencari buku-buku yang diperlukan untuk bahan laporan PPL. Sambil baca koran hari ini. Tentunya di ruang referensi. Lantai dua.

Hari ini juga maunya saya ingin ke Warnet. Tapi, warnet itu untuk saat ini tidak mau menerima yang tidak bawa uang. Ya sudah, saya mendingan ke masjid. Memohon pada Tuhan dengan khusuk. Salat khusus. Dhuha. Bagi yang percaya, dan konsisten melakukannya, akan dipermudah dalam rezeki serta urusannya. Saya pun melakukan itu ketika saya sedang kepepet. Seperti sekarang. Saya lagi butuh dengan Tuhan saya. Tuhan pasti tahu keadaan saya saat ini. Saya percaya, Tuhan maha penyayang.
span class="fullpost">

Catatan 15 Juli 2009

0 komentar
Rabu, 15 Juli 2009, 07.50

Diaryku, aku mau jujur padamu pagi ini. Boleh kan? Aku rasa boleh, karena kau adalah sahabat terbaikku yang selalu hadir dalam ketidakhadiranku. Begini, aku, subuh kali ini, tidak sempat salat subuh. Aku menyesal....sekali. Diaryku, kenapa kau tidak membangunkanku sebelum subuh sebagaimana biasanya? Apa kau juga ikut kesiangan? Bahkan tidak salat subuh juga? Aku bangun pagi pada hari ini tepat pukul 07.15. Ampuni aku ya Allah. Jangan biarkan diri ini teraniaya ya Allah. Aku bukan takut pada-Mu ya Allah. Karena kau tak pantas untuk ditakuti. Tapi, aku segan pada-Mu ya Allah. Juga aku malu pada-Mu.
Setelah aku sarapan pagi bersama temanku, kini ada tugas lagi untukku. Mau tahu tugasnya apa? Ya, aku mau nyuci dulu.

10.03

Alhamdulillah, aku barusan saja sudah nyuci. Banyak banget cucianku. Bejibun. Ada 2o kain yang aku cuci hari ini. Alhamdulillah juga, tepatnya, selagi aku menjemur pakaian, Mas warung menawariku buah Pepaya. Dalam bahasa Sundanya”Gedang”. Tapi, kalo dalam bahasa Bengkulunya, “Gedang” itu berati”besar”. Dalam bahasa Arabnya,”Babaya”. Dalam bahasa Inggrisnya, apa,ya, lupa aku. Ntar deh, aku cari di Hasan Shadly. Setelah Pepaya berhasil aku dapatkan, di kamar, aku langsung membelahnya. Kukupas. Kuiris kecil-kecil. Wuih...manis banget rasanya. Semanis Bidadari syurga. Meskipun aku belum sempat ke sana. Tapi, aku sudah nyarter tempat di mana Bidadari itu berada.

Eh, iya, aku ada cerita,nih. Tadi malam, ketika aku sedang bermain dengan emachinesku, aku sempat berkenalan dengan teman yang sebelumnya tidak aku kenal. Meski satu kampus. Dia sendiri yang mendahulukan bertanya padaku. Eh, siapa namamu? Katanya. Aku langsung menjawab. Hasan namaku. Sembari aku sibuk dengan FB-ku, dia pun begitu. Di tengah-tengah itu, aku bertanya padanya tentang biodatanya. Namanya, Abas hidayat. Asalnya dari Cirebon. Kayaknya, keturunan Sunan Gunung Djati,deh. Mungkin. Kuliahnya di jurusan Matimatian. Eh, Matematika. Semester akhir. Dia in the kos di perumahan Permai Cipadung. Katanya juga, ia sedang nyusun skripsi. Tapi, hanya bab satu aja, itu pun gagal. Di samping aktivitas kuliahnya, Abas juga mengajar privat bahasa Jepang. Tempatnya di Jatinangor, Sumedang.

Ia pun bercerita, sempat pula ia cuti selama satu semester demi mengajar bahasa jepang. Nilai kuliahnya, sempat bobrok. Itu lah jalan hidup, begitu katanya menambahkan. Abas pun sempat menawarkan padaku. Menawarkan bila ingin belajar bahasa Jepang, datanglah ke kamarnya. Tawaran itu kusambut dengan ucapan terimakasih. Insyaallah kataku selanjutnya. Dia pun bertanya tentang dari mana aku berasal, jurusan apa kuliahnya, sampai di mana aku nge-kos. Yah, aku jawab saja seadanya. Aku berasal dari Bengkulu. Aku jurusan paling mengerikan diantara jurusan yang lain. Sastra Arab. Kosku ada di Manisi, dekat kolam pemancingan. Setelah kutanya, apakah tahu daerah kolam pemancingan, ternyata, Abas belum tahu. Belum terlacak.

Aku pun kembali bertanya pada Abas. Manakah yang paling sulit, belajar bahasa Inggris atau Jepang? Katanya,sih, menurut pengalaman dia, lebih enak belajar bahasa Inggris. Tahu kenapa? Karena, dalam bahasa Jepang itu, yang paling sulit adalah cara menulis hurufnya. Bahasa Jepang, menekankan pada tulisannya. Persamaan bahasa Jepang dan Indonesia, hanya pada huruf vokalnya saja. A,I,U,E,O. Selain itu, tidak ada. Ia pun meneruskan, jika ingin bisa bahasa Jepang, intinya pada tulisan. Harus selalu dilatih dalam menuliskan hurufnya. Huruf Jepang berbeda dengan hurup yang biasa kita pakai. Sangat berbeda.

Catatan 29 Juni 2009

0 komentar

Senin, 29 Juni 2009, 09.43

Segar yang saya rasakan. Barusan saja, saya sudah mandi. Mandi wajib. Bagi saya, setiap saya mandi adalah mandi wajib. Kalau memang mandi tidak wajib, maka saya pun tak akan mandi seumur hidup saya. Tanpa mandi, badan terasa tidak berkepala. Siapa yang gak mandi, pokoknya sangat berbahaya.Saya punya rencana lagi, setelah mandi dan makan. Mau mengunjungi perpustakaan kampus. Dalam rangka mencari buku-buku yang diperlukan untuk bahan laporan PPL. Sambil baca koran hari ini. Tentunya di ruang referensi. Lantai dua.

Hari ini juga maunya saya ingin ke Warnet. Tapi, warnet itu untuk saat ini tidak mau menerima yang tidak bawa uang. Ya sudah, saya mendingan ke masjid. Memohon pada Tuhan dengan khusuk. Salat khusus. Dhuha. Bagi yang percaya, dan konsisten melakukannya, akan dipermudah dalam rezeki serta urusannya. Saya pun melakukan itu ketika saya sedang kepepet. Seperti sekarang. Saya lagi butuh dengan Tuhan saya. Tuhan pasti tahu keadaan saya saat ini. Saya percaya, Tuhan maha penyayang.