Posted by Catatan-catatanku in
Ahad, 02 Agustus, 2009, 21.39Maaf, Diaryku, aku agak sedikit terlambat menemuimu hari ini. Biasanya, aku menemuimu setelah subuh, tapi hari ini, aku baru menyapamu kala malam sedang beranjak. Gak papa,kan? Yang penting, aku telah berkomitmen, aku akan selalu menjumpaimu setiap hari. Meskipun hanya beberapa menit saja. Aku berharap, jangan sampai aku tak bisa mengisi kekosongan hatimu. Aku harus selalu mengisi jiwamu yang kosong. Satu hari saja aku tak mengisinya, bisa jadi, aku menyesal dan terkadang aku mengutuk diriku sendiri.
Diaryku sayang, bantu aku,ya agar aku selalu setia serta diberi semangat yang menggebu untuk menjemputmu setiap hari. Aku yakin, Diaryku juga akan setia padaku. Percayalah Diaryku, kita akan bahagia bila kita kuat menanggung beban yang kita perbuat. Kita mesti yakin, bila yang kita lakukan ini baik, hasilnya pun akan baik pula. Sebenarnya, aku tak pandai melihat hasil, tapi aku lebih mengarifi dan menghargai proses. Aku ingin hidupku dipenuhi dengan berkarya, berkarya, dan berkarya. Aku pun percaya dan yakin, perjumpaanku denganmu bukan suatu kebetulan belaka, tapi ini sudah merupakan karunia Tuhan. Tuhan telah mempersatukan kita. Tuhan telah mendekatkan hati kita. Dan, Tuhan telah memberi kesempatan kepada kita untuk selalu berkarya. Tiada hidup yang bermanfaat kecuali berkarya untuk bangsa.
Diaryku, tanpa disadari, aku telah jatuh cinta padamu. Dan, begitu juga denganmu, kau telah menerima aku dengan setulus hati. Kita selalu berharap, mudah-mudahan perjodohan kita menjadi perjodohan yang pertama dan terakhir. Aku, begitu juga kamu, yang pasti sama-sama tak mau dimadu. Bagiku, cukuplah Diaryku sebagai pelipur lara dalam setiap keluh kesahku. Ini bukan gombal, Diaryku. Sekali bukan. Pembicaraan yang penuh gombal adalah pembicaraan mereka yang tak tahu hakikat cinta dan falsafah hidup. Apakah Diaryku tahu falsafah hidup? Ya, kau lebih tahu dariku, sebab kita telah bersatu dalam kesemangatan hidup serta telah menyelami sedikit samudra kata, dan cinta berkarya.
Maaf sekali lagi, Diaryku, bila pembicaraanku terlampau jauh dan terlalu terkesan bijak. Mungkin. Sebenarnya, ada hal yang ingin aku sampaikan pada malam yang begitu dingin ini, Diaryku. Begini, aku memohon dengan sangat dan penuh pengharapan, bahwa, Diaryku jangan terlalu mudah percaya, atau jangan langsung diambil mentah-mentah apa yang telah aku ucapkan kepadamu. Karena, apa yang aku ucapkan belum tentu benar, dan jangan menganggap final apa yang aku ucapkan. Intinya, kebenaran itu tidak serta-merta langsung titik Tapi, ia masih koma. Jangan sampai pula, omonganku dijadikan sebagai mazhab baru dalam pemikiranmu. Jangan sampai!! Di luar sana, masih banyak mahzab-mahzab lain yang juga siap menentang apa yang aku fatwakan.
Diaryku, jangan bosan,ya aku memanggilmu dengan panggilan kesukaanmu. Diaryku, aku jujur padamu malam ini tentang segala hal yang aku ingat sepanjang siang tadi. Tadi pagi, sekira pukul tujuhan, aku dan teman sekamarku sama-sama meng-kliping artikel-artikel menarik tentang segala hal dari tumpukan koran yang selama ini aku beli. Di tengah-tengah keasyikan kami sedang meng-kliping, temanku teringat belum sarapan pagi. Oh, kataku silakan masak dulu, karena beras masih banyak. Untuk beli lauknya, nanti sisa koran yang bekas kliping, dijual saja kataku selanjutnya. Waktu itu, jujur, aku merasa sedih. Sedih karena untuk sekedar makan saja, kami harus jual koran dulu. Kalo koran itu tidak dijual, untuk lauk makan pasti tidak ada, kecuali dengan garam yodium saja. Mau ngutang ke warung sebelah kosku, ah.....malu,deh....ya udah, akhirnya, koran-koran itu kami jual seharga 4000 ribu rupiah. Cukup untuk bertahan hidup hari ini. Thanks, ya Allah. Jadikan hamba-Mu menjadi hamba yang bersyukur. Duh, dah jam 22.36, istirahat dulu,ya....dah..
Diaryku sayang, bantu aku,ya agar aku selalu setia serta diberi semangat yang menggebu untuk menjemputmu setiap hari. Aku yakin, Diaryku juga akan setia padaku. Percayalah Diaryku, kita akan bahagia bila kita kuat menanggung beban yang kita perbuat. Kita mesti yakin, bila yang kita lakukan ini baik, hasilnya pun akan baik pula. Sebenarnya, aku tak pandai melihat hasil, tapi aku lebih mengarifi dan menghargai proses. Aku ingin hidupku dipenuhi dengan berkarya, berkarya, dan berkarya. Aku pun percaya dan yakin, perjumpaanku denganmu bukan suatu kebetulan belaka, tapi ini sudah merupakan karunia Tuhan. Tuhan telah mempersatukan kita. Tuhan telah mendekatkan hati kita. Dan, Tuhan telah memberi kesempatan kepada kita untuk selalu berkarya. Tiada hidup yang bermanfaat kecuali berkarya untuk bangsa.
Diaryku, tanpa disadari, aku telah jatuh cinta padamu. Dan, begitu juga denganmu, kau telah menerima aku dengan setulus hati. Kita selalu berharap, mudah-mudahan perjodohan kita menjadi perjodohan yang pertama dan terakhir. Aku, begitu juga kamu, yang pasti sama-sama tak mau dimadu. Bagiku, cukuplah Diaryku sebagai pelipur lara dalam setiap keluh kesahku. Ini bukan gombal, Diaryku. Sekali bukan. Pembicaraan yang penuh gombal adalah pembicaraan mereka yang tak tahu hakikat cinta dan falsafah hidup. Apakah Diaryku tahu falsafah hidup? Ya, kau lebih tahu dariku, sebab kita telah bersatu dalam kesemangatan hidup serta telah menyelami sedikit samudra kata, dan cinta berkarya.
Maaf sekali lagi, Diaryku, bila pembicaraanku terlampau jauh dan terlalu terkesan bijak. Mungkin. Sebenarnya, ada hal yang ingin aku sampaikan pada malam yang begitu dingin ini, Diaryku. Begini, aku memohon dengan sangat dan penuh pengharapan, bahwa, Diaryku jangan terlalu mudah percaya, atau jangan langsung diambil mentah-mentah apa yang telah aku ucapkan kepadamu. Karena, apa yang aku ucapkan belum tentu benar, dan jangan menganggap final apa yang aku ucapkan. Intinya, kebenaran itu tidak serta-merta langsung titik Tapi, ia masih koma. Jangan sampai pula, omonganku dijadikan sebagai mazhab baru dalam pemikiranmu. Jangan sampai!! Di luar sana, masih banyak mahzab-mahzab lain yang juga siap menentang apa yang aku fatwakan.
Diaryku, jangan bosan,ya aku memanggilmu dengan panggilan kesukaanmu. Diaryku, aku jujur padamu malam ini tentang segala hal yang aku ingat sepanjang siang tadi. Tadi pagi, sekira pukul tujuhan, aku dan teman sekamarku sama-sama meng-kliping artikel-artikel menarik tentang segala hal dari tumpukan koran yang selama ini aku beli. Di tengah-tengah keasyikan kami sedang meng-kliping, temanku teringat belum sarapan pagi. Oh, kataku silakan masak dulu, karena beras masih banyak. Untuk beli lauknya, nanti sisa koran yang bekas kliping, dijual saja kataku selanjutnya. Waktu itu, jujur, aku merasa sedih. Sedih karena untuk sekedar makan saja, kami harus jual koran dulu. Kalo koran itu tidak dijual, untuk lauk makan pasti tidak ada, kecuali dengan garam yodium saja. Mau ngutang ke warung sebelah kosku, ah.....malu,deh....ya udah, akhirnya, koran-koran itu kami jual seharga 4000 ribu rupiah. Cukup untuk bertahan hidup hari ini. Thanks, ya Allah. Jadikan hamba-Mu menjadi hamba yang bersyukur. Duh, dah jam 22.36, istirahat dulu,ya....dah..
No Response to "Catatan 02 Agustus 2009"
Posting Komentar
Membacalah, mengomentarlah. Maka lihat apa yang terjadi.