Posted by Catatan-catatanku in
Sabtu, 25 Juli 2009, 08.01Halo Diaryku, gimana kabarnya? Maaf,ya, seharian kemarin aku tak sempat menemuimu. Aku tidak tahu, kenapa itu bisa terjadi. Perasaan sungkan dan malas ada pada diriku kemarin. Padahal, hanya sekedar menyapamu saja. Maaf,ya. Sebenarnya aku sangat sadar,Diaryku. Bahwa aku memang sedang kehilangan semangat untuk melakukan sesuatu. Tugas kuliahku, belum juga kelar-kelar, belum juga selesai-selesai, dan belum juga rampung-rampung. Ya, Allah, Engkau lah penggugah jiwaku. Jangan biarkan aku terkungkung, terhipnotis, terkuasai, terjaring, terjerat, terimajinasi, dikalahkan, dan dirasuki malas.
Selasa, 28 Juli 2009, 15.45
Hai Diaryku, lama kita tak jumpa. Sekitar beberapa jam lah. Maaf,ya. Tapi, beberapa jam saja aku tak bertemu denganmu, rasanya sungguh seperti tidak bertemu berapa tahun, gitu. O, ya, sebelum aku menunaikan kewajibanku sebagai hamba Tuhan, aku ada cerita untukmu. Mau kan? Setuju kan kalau aku berbagi cerita denganmu? Aku harap, kamu mau. Karena kamu sahabatku. Ok?
Beberapa jam kebelakang, aku sungguh heran dengan sebagian anak kos di tempatku. Bukan heran saja yang aku rasakan, tapi lebih dari itu. Betapa teganya dia. Entah siapa. Yang jelas bukan orang lain di luar kos kami yang melakukan itu. Aku yakin, bukan orang lain di luar kos! Ya, aku dikejutkan oleh teman satu kamarku yang mengatakan,”Eh, dimana kamu letakkan sarung Bantal yang kotor kemarin? Aku agak bingung dicecar satu pertanyaan itu. Setelah aku diam sejenak, aku ingat, bahwa yang ditanyakan itu maksudnya menanyakan sarung Bantal yang aku copot dari Bantalnya. Kemudian aku ganti dengan sarung Bantal yang baru/bersih. Aku menggantinya dua hari yang lewat.
Nah, setelah aku mengganti sarung Bantal dengan yang baru, aku letakkan lagi bantal itu di tempat biasanya. Sedangkan yang lama (sarung Bantal), aku letakkan di tumpukan pakaian kotor milik kami. Atau, kain kotor itu aku ikat dengan kain Sarung. Karena merasa kain buntelan pakaian itu menyesakkan kamar kami, aku berinisiatif meletakkannya di rak yang ada di luar kamar sambil menunggu dicuci pada hari libur.
Keesokannya, ya, tepat hari ini, temanku kebetulan ingin buang hajat. Tentunya di WC,dong! Masa di.....setelah dari WC, temanku, mungkin, sekilas melihat sarung Bantal di lantai menyatu dengan cucian piring kotor. Wah, nampaknya, sarung Bantal itu sudah dipakai untuk bahan”lap” lantai yang menuju WC. Siapa,ya pelakunya? Eh, iya, sarung Bantal kami warnanya merah dengan dibumbui atau bermotiv Mencester United (MU). Wah, kalau saja Ferguson tahu tentang kejadian, bisa dibilang “pelecehan” itu, mungkin dia sulit memaafkan si pelaku, seandainya mengaku atau ditemukan.
Setelah temanku melihat, menyaksikan, dan seterusnya, dia masuk kamar kami. Aku ada di dalam kamar itu. Dengan sedikit menampakkan ketidaksenangan dan rasa sesal yang mendalam, temanku itu lalu berujar dengan tak lupa sambil bersungut-sungut (ucapannya sudah ada pada kalimat sebelumnya). Tapi gak papa, aku eksplorasi lagi apa yang diungkapkannya.”San, kemarin, di mana kamu letakkan sarung Bantal kita?” Katanya melotot padaku. Aku diam tiga ribu peribahasa. Dia terus mengomel, mengumpat, mengeluarkan kata-kata beberapa binatang yang jelas-jelas ada di Ragunan itu. Tapi, dia tetap menyebut beberapa binatang itu.
“Aku letakkan di buntelan cucian yang pake Sarung, emang kenapa?” Kataku kemudian.”Loh, sekarang kok ada di dekat cucian piring? Sudah dipakai ngelap lantai kayaknya!” Sungut temanku. Hatiku sedikit tak percaya disertai kaget mendalam setelah mendengar ungkapan itu. Rasa penasaranku timbul.”Mana?” Aku melanjutkan.”Tuh, liat di samping WC, sarung Bantal itu sudah dijadikanLap!!” Kata teman satu kamarku itu dengan wajah geram dan terlihat rona keikhlasannya luntur.
Aku dan temanku langsung menilik ke luar kamar menuju TKP (Tempat Kejadian Perkara). Benar saja, sarung Bantal merah bermotiv MU itu sedang tergeletak sedih dengan sekujur tubuhnya dilapisi kotoran. Aku tidak bisa berbuat atau pun mengucap kata setelah apa yang aku saksikan memang benar adanya. Yang ada, hanyalah sebongkah penyesalan- keprihatinan kepada pelaku peletakan sarung Bantal di samping WC. Inginnya, aku mengumpat, mengeluarkan dengan kencang kata-kata yang aku kira, pantas saja bila diucapkan. Tapi tak mungkin!! Bagaimanapun aku mengumpat sekasar-kasarnya, misalnya, toh sarung Bantal itu tak kan lari dengan sendirinya ke Buntelan sarung yang aku letakkan di Rak.
Ya, sudah lah. Yang sudah biralah melebur dengan kesudahannya. Yang lalu biarlah berlalu dengan keberlaluannya. Diaryku, sungguh aku tak habis pikir memikirkannya.Tak tahu lah, siapapun yang merasa telah menjadikan sarung Bantal kami sebagai”Lap”, biarkan saja. Mungkin itu dilakukan karena ketidaksengajaan atau alasan lain. Aku tak tahu. Mungkin saja, buntelan yang ada di Rak itu dianggapnya sebagai kain yang tidak dipakai lagi. Atau aku salah mungkin meletakkannya. Aku pun bisa menduga. Itu aku kira sebuah kewajaran sebagai anak manusia, bukan anak Tuhan. Sudah lah, aku mau bernyanyi dulu. Yang lalu, biar berlalu.......
19.32
Diaryku, aku ada yang lupa. Sebenarnya dan seharusnya, aku menceritakannya ini kemarin. Ya, terpaksa, malam ini saja aku menuliskannya tentang apa yang aku alami kemarin. Gak ada yang melarang,toh? Ya, tepatnya pada pukul 10 pagi kemarin, karena aku merasa kangen berat, aku lalu mengunjungi Perpustakaan Kampusku tercinta. Sesampainya di sana, tanpa sengaja aku bertemu dengan seorang teman satu kampus. Bukan satu kelas, apalagi satu fakultas. Dia fakultas Tarbiyah, sedang aku Sastra. Dia jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), aku jurusan Sastra Arab (SA). Dia kulitnya hitam, aku kulitnya Sawo matang. Dia semester 5, aku semester 7. Tak ada yang sama pokoknya. Beda jauh. Singkat cerita, sebelum aku masuk Perpus, dia memberiku dua buah Apel merah. Katanya, dia baru saja diberi sahabatnya, sebagai hadiah ulang tahun. Bukan hanya itu yang diberi sahabatnya, tetapi sebuah baju Batik dan sebuah kertas pendek bertuliskan”Met milad,ya”.
Selasa, 28 Juli 2009, 15.45
Hai Diaryku, lama kita tak jumpa. Sekitar beberapa jam lah. Maaf,ya. Tapi, beberapa jam saja aku tak bertemu denganmu, rasanya sungguh seperti tidak bertemu berapa tahun, gitu. O, ya, sebelum aku menunaikan kewajibanku sebagai hamba Tuhan, aku ada cerita untukmu. Mau kan? Setuju kan kalau aku berbagi cerita denganmu? Aku harap, kamu mau. Karena kamu sahabatku. Ok?
Beberapa jam kebelakang, aku sungguh heran dengan sebagian anak kos di tempatku. Bukan heran saja yang aku rasakan, tapi lebih dari itu. Betapa teganya dia. Entah siapa. Yang jelas bukan orang lain di luar kos kami yang melakukan itu. Aku yakin, bukan orang lain di luar kos! Ya, aku dikejutkan oleh teman satu kamarku yang mengatakan,”Eh, dimana kamu letakkan sarung Bantal yang kotor kemarin? Aku agak bingung dicecar satu pertanyaan itu. Setelah aku diam sejenak, aku ingat, bahwa yang ditanyakan itu maksudnya menanyakan sarung Bantal yang aku copot dari Bantalnya. Kemudian aku ganti dengan sarung Bantal yang baru/bersih. Aku menggantinya dua hari yang lewat.
Nah, setelah aku mengganti sarung Bantal dengan yang baru, aku letakkan lagi bantal itu di tempat biasanya. Sedangkan yang lama (sarung Bantal), aku letakkan di tumpukan pakaian kotor milik kami. Atau, kain kotor itu aku ikat dengan kain Sarung. Karena merasa kain buntelan pakaian itu menyesakkan kamar kami, aku berinisiatif meletakkannya di rak yang ada di luar kamar sambil menunggu dicuci pada hari libur.
Keesokannya, ya, tepat hari ini, temanku kebetulan ingin buang hajat. Tentunya di WC,dong! Masa di.....setelah dari WC, temanku, mungkin, sekilas melihat sarung Bantal di lantai menyatu dengan cucian piring kotor. Wah, nampaknya, sarung Bantal itu sudah dipakai untuk bahan”lap” lantai yang menuju WC. Siapa,ya pelakunya? Eh, iya, sarung Bantal kami warnanya merah dengan dibumbui atau bermotiv Mencester United (MU). Wah, kalau saja Ferguson tahu tentang kejadian, bisa dibilang “pelecehan” itu, mungkin dia sulit memaafkan si pelaku, seandainya mengaku atau ditemukan.
Setelah temanku melihat, menyaksikan, dan seterusnya, dia masuk kamar kami. Aku ada di dalam kamar itu. Dengan sedikit menampakkan ketidaksenangan dan rasa sesal yang mendalam, temanku itu lalu berujar dengan tak lupa sambil bersungut-sungut (ucapannya sudah ada pada kalimat sebelumnya). Tapi gak papa, aku eksplorasi lagi apa yang diungkapkannya.”San, kemarin, di mana kamu letakkan sarung Bantal kita?” Katanya melotot padaku. Aku diam tiga ribu peribahasa. Dia terus mengomel, mengumpat, mengeluarkan kata-kata beberapa binatang yang jelas-jelas ada di Ragunan itu. Tapi, dia tetap menyebut beberapa binatang itu.
“Aku letakkan di buntelan cucian yang pake Sarung, emang kenapa?” Kataku kemudian.”Loh, sekarang kok ada di dekat cucian piring? Sudah dipakai ngelap lantai kayaknya!” Sungut temanku. Hatiku sedikit tak percaya disertai kaget mendalam setelah mendengar ungkapan itu. Rasa penasaranku timbul.”Mana?” Aku melanjutkan.”Tuh, liat di samping WC, sarung Bantal itu sudah dijadikanLap!!” Kata teman satu kamarku itu dengan wajah geram dan terlihat rona keikhlasannya luntur.
Aku dan temanku langsung menilik ke luar kamar menuju TKP (Tempat Kejadian Perkara). Benar saja, sarung Bantal merah bermotiv MU itu sedang tergeletak sedih dengan sekujur tubuhnya dilapisi kotoran. Aku tidak bisa berbuat atau pun mengucap kata setelah apa yang aku saksikan memang benar adanya. Yang ada, hanyalah sebongkah penyesalan- keprihatinan kepada pelaku peletakan sarung Bantal di samping WC. Inginnya, aku mengumpat, mengeluarkan dengan kencang kata-kata yang aku kira, pantas saja bila diucapkan. Tapi tak mungkin!! Bagaimanapun aku mengumpat sekasar-kasarnya, misalnya, toh sarung Bantal itu tak kan lari dengan sendirinya ke Buntelan sarung yang aku letakkan di Rak.
Ya, sudah lah. Yang sudah biralah melebur dengan kesudahannya. Yang lalu biarlah berlalu dengan keberlaluannya. Diaryku, sungguh aku tak habis pikir memikirkannya.Tak tahu lah, siapapun yang merasa telah menjadikan sarung Bantal kami sebagai”Lap”, biarkan saja. Mungkin itu dilakukan karena ketidaksengajaan atau alasan lain. Aku tak tahu. Mungkin saja, buntelan yang ada di Rak itu dianggapnya sebagai kain yang tidak dipakai lagi. Atau aku salah mungkin meletakkannya. Aku pun bisa menduga. Itu aku kira sebuah kewajaran sebagai anak manusia, bukan anak Tuhan. Sudah lah, aku mau bernyanyi dulu. Yang lalu, biar berlalu.......
19.32
Diaryku, aku ada yang lupa. Sebenarnya dan seharusnya, aku menceritakannya ini kemarin. Ya, terpaksa, malam ini saja aku menuliskannya tentang apa yang aku alami kemarin. Gak ada yang melarang,toh? Ya, tepatnya pada pukul 10 pagi kemarin, karena aku merasa kangen berat, aku lalu mengunjungi Perpustakaan Kampusku tercinta. Sesampainya di sana, tanpa sengaja aku bertemu dengan seorang teman satu kampus. Bukan satu kelas, apalagi satu fakultas. Dia fakultas Tarbiyah, sedang aku Sastra. Dia jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), aku jurusan Sastra Arab (SA). Dia kulitnya hitam, aku kulitnya Sawo matang. Dia semester 5, aku semester 7. Tak ada yang sama pokoknya. Beda jauh. Singkat cerita, sebelum aku masuk Perpus, dia memberiku dua buah Apel merah. Katanya, dia baru saja diberi sahabatnya, sebagai hadiah ulang tahun. Bukan hanya itu yang diberi sahabatnya, tetapi sebuah baju Batik dan sebuah kertas pendek bertuliskan”Met milad,ya”.
No Response to "Catatan 25 dan 28 Juli 2009"
Posting Komentar
Membacalah, mengomentarlah. Maka lihat apa yang terjadi.