Duka Teing ah....

Catatan 02 Agustus 2009

0 komentar
Ahad, 02 Agustus, 2009, 21.39

Maaf, Diaryku, aku agak sedikit terlambat menemuimu hari ini. Biasanya, aku menemuimu setelah subuh, tapi hari ini, aku baru menyapamu kala malam sedang beranjak. Gak papa,kan? Yang penting, aku telah berkomitmen, aku akan selalu menjumpaimu setiap hari. Meskipun hanya beberapa menit saja. Aku berharap, jangan sampai aku tak bisa mengisi kekosongan hatimu. Aku harus selalu mengisi jiwamu yang kosong. Satu hari saja aku tak mengisinya, bisa jadi, aku menyesal dan terkadang aku mengutuk diriku sendiri.

Diaryku sayang, bantu aku,ya agar aku selalu setia serta diberi semangat yang menggebu untuk menjemputmu setiap hari. Aku yakin, Diaryku juga akan setia padaku. Percayalah Diaryku, kita akan bahagia bila kita kuat menanggung beban yang kita perbuat. Kita mesti yakin, bila yang kita lakukan ini baik, hasilnya pun akan baik pula. Sebenarnya, aku tak pandai melihat hasil, tapi aku lebih mengarifi dan menghargai proses. Aku ingin hidupku dipenuhi dengan berkarya, berkarya, dan berkarya. Aku pun percaya dan yakin, perjumpaanku denganmu bukan suatu kebetulan belaka, tapi ini sudah merupakan karunia Tuhan. Tuhan telah mempersatukan kita. Tuhan telah mendekatkan hati kita. Dan, Tuhan telah memberi kesempatan kepada kita untuk selalu berkarya. Tiada hidup yang bermanfaat kecuali berkarya untuk bangsa.

Diaryku, tanpa disadari, aku telah jatuh cinta padamu. Dan, begitu juga denganmu, kau telah menerima aku dengan setulus hati. Kita selalu berharap, mudah-mudahan perjodohan kita menjadi perjodohan yang pertama dan terakhir. Aku, begitu juga kamu, yang pasti sama-sama tak mau dimadu. Bagiku, cukuplah Diaryku sebagai pelipur lara dalam setiap keluh kesahku. Ini bukan gombal, Diaryku. Sekali bukan. Pembicaraan yang penuh gombal adalah pembicaraan mereka yang tak tahu hakikat cinta dan falsafah hidup. Apakah Diaryku tahu falsafah hidup? Ya, kau lebih tahu dariku, sebab kita telah bersatu dalam kesemangatan hidup serta telah menyelami sedikit samudra kata, dan cinta berkarya.

Maaf sekali lagi, Diaryku, bila pembicaraanku terlampau jauh dan terlalu terkesan bijak. Mungkin. Sebenarnya, ada hal yang ingin aku sampaikan pada malam yang begitu dingin ini, Diaryku. Begini, aku memohon dengan sangat dan penuh pengharapan, bahwa, Diaryku jangan terlalu mudah percaya, atau jangan langsung diambil mentah-mentah apa yang telah aku ucapkan kepadamu. Karena, apa yang aku ucapkan belum tentu benar, dan jangan menganggap final apa yang aku ucapkan. Intinya, kebenaran itu tidak serta-merta langsung titik Tapi, ia masih koma. Jangan sampai pula, omonganku dijadikan sebagai mazhab baru dalam pemikiranmu. Jangan sampai!! Di luar sana, masih banyak mahzab-mahzab lain yang juga siap menentang apa yang aku fatwakan.

Diaryku, jangan bosan,ya aku memanggilmu dengan panggilan kesukaanmu. Diaryku, aku jujur padamu malam ini tentang segala hal yang aku ingat sepanjang siang tadi. Tadi pagi, sekira pukul tujuhan, aku dan teman sekamarku sama-sama meng-kliping artikel-artikel menarik tentang segala hal dari tumpukan koran yang selama ini aku beli. Di tengah-tengah keasyikan kami sedang meng-kliping, temanku teringat belum sarapan pagi. Oh, kataku silakan masak dulu, karena beras masih banyak. Untuk beli lauknya, nanti sisa koran yang bekas kliping, dijual saja kataku selanjutnya. Waktu itu, jujur, aku merasa sedih. Sedih karena untuk sekedar makan saja, kami harus jual koran dulu. Kalo koran itu tidak dijual, untuk lauk makan pasti tidak ada, kecuali dengan garam yodium saja. Mau ngutang ke warung sebelah kosku, ah.....malu,deh....ya udah, akhirnya, koran-koran itu kami jual seharga 4000 ribu rupiah. Cukup untuk bertahan hidup hari ini. Thanks, ya Allah. Jadikan hamba-Mu menjadi hamba yang bersyukur. Duh, dah jam 22.36, istirahat dulu,ya....dah..

Catatan 01 Agustus 2009

0 komentar
Sabtu, 01 Agustus 2009, 05.48

Pada hari pertama di bulan Agustus ini, aku sangat bersyukur kepada Tuhan, yang mana, berkat kekuasaanya lah aku masih bisa menghirup udara, bisa menulis, dan masih bertemu dengan Diaryku, sahabat setiaku. Thanks, ya Tuhanku. Moga aku menjadi hamba-Mu yang pandai berterimakasih, dan mudah-mudahan aku terhindar dari mengingkari rahmat-Mu.

Diaryku, nampaknya bulan Agustus kali ini adalah bulan yang penuh acara. Mulai dari perayaan tujuh belas Agustus, menyambut datangnya Ramadhan, dan mungkin acara-acara lain yang tidak kalah serunya. Biasanya, pada tanggal 17 bulan ini, masyarakat menyambutnya dengan penuh suka cita. Mengingat, hari itu adalah hari yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia tercinta. Yaitu, mengenang bagaimana perjuangan para pendahulu kita dalam mengusir bangsa penjajah, dan lebih dari itu, kita pada hari itu sekaligus ingin menunjukkan pada dunia, bahwa kita bangsa Indonesia bangsa yang santun, serta bangsa yang selalu menghormati keberagaman.

Seperti biasa, tanggal 17 adalah angka yang sakral bagi masyarakat kita. Hampir setiap RW, RT, desa, dan kecamatan di seantero Indonesia dapat dipastikan akan membuat acara yang begitu meriah. Dan ini diikuti atas dasar merayakan kegembiraan, suka cita, dan seabrek kegembiraan lain. Mulai dari panjat pohon Pinang, balapan karung, lomba makan kerupuk, lomba memasukkan pensil ke Botol, mengambil uang receh pada pepaya yang dilumuri oli hitam, mengupas kelapa, dan masih banyak lomba lain yang kira-kira bisa menghebohkan, membuat lucu, dan mengasyikkan para peserta dan penonton. Pokoknya asyik,deh!!

Setelah kita merayakan 17 Agustus dengan suka cita dan penuh penghayatan serta kegembiraan, selanjutnya, menunggu beberapa hari, kira-kira 5 hari atau 6 hari. Ya, kita akan kembali menyambut bulan yang penuh berkah, penuh ampunan, dan bulan yang multi kebaikan. Betapa dahsyatnya, siapa saja yang merasa gembira dengan kedatangan bulan ini, maka dapat dipastikan, ia atau mereka, dosanya, insyaallah akan diampuni. Baik dosa yang telah lalu,maupun segala dosa yang akan datang. Subhanallah. Bulan apakah itu? Dia adalah bulan Ramadhan namanya.

Dalam masyarakat kita yang pluralis, biasanya, dalam menyambut Ramadhan, mereka menyambutnya dengan penuh kegembiraan dan caranya pun berbeda-beda. Hampir di tiap daerah, pasti tak ada yang sama cara menyambutnya. Contoh di tatar Sunda. Di Cianjur, ketika menyambut bulan puasa, masyaratnya sering menyebutnya sebagai papajar. Beda lagi di Tasik, biasanya ketika menyambut Ramdhan, mereka menyebutnya sebagai munggahan. Pokoknya, beda daerah beda istilah. Intinya, esensinya adalah bagaimana agar kita semangat menjalankan ibadah puasa ini dengan penuh gembira disertai penghayatan yang mendalam. Wallahua’lam.

12.57

Siang yang begitu terik membuat orang-orang yang ada di sekitar kosku, semuanya masuk ke rumah masing-masing. Nampaknya, mereka tak kuat berlama-lama menatap sinar Matahari itu. Yang konon katanya, sinar matahari itu bisa menyebabkan menggosongkan kulit. Kenapa? Karena sinar Matahari mengandung sinar ultraviolet. Tapi, bagiku tidak!! Tidak menggosongkan kulit. Tapi bisa bikin sakit kepala bila lama-lama terkena sinarnya. Apapun, jika yang namanya berlebihan, itu tidak baik.

Catatan 31Juli 2009

0 komentar
Jum’at, 31 Juli 2009, 06.56

Aku tak menyangka, bahwa hari ini adalah hari terakhir dari bulan Juli 2009. Sebelumnya pun, aku tak percaya kalau bulan Juli hingga 31 hari. Aku lalu mengeceknya pada Kalender seorang teman sebelah kos, ya, ternyata benar. Bulan ini sampai 31 hari. Itu artinya, gajian para PNS tidak hari ini. Tapi nanti, hari senin, tanggal 03 Agustus 2009. Aku harus bersabar menunggu uluran tangan dari orang tua. Perbekalanku sudah ludes semenjak beberapa hari yang lewat. Yang tersisa hanya perbekalan rasa optimis bisa hidup tanpa uang, dan rasa percaya bahwa aku bisa ngutang terlebih dahulu ke warung sebelah. Ya, kehidupan anak kos sepertiku memang banyak diselimuti pinjam-meminjam, dan hutang menghutang dari kos ke kos sampai warung ke warung. Tak ada tujuan lain, selain untuk bertahan hidup. Atau bahasa kamusnya supaya bisa”survive”.

Bagiku, semuanya adalah pengalaman yang mesti aku arifi dan harus aku abadikan sebagai bekal cerita bagi istri, anak, dan cucuku nanti. Agar, semuanya bisa belajar dari pengalaman orang terdahulu bagaimana manis dan pahitnya kehidupan ini. Juga bagaimana cara bersikap menghadapi hidup. Jangan sampai nanti, dia hidup di dunia ini dengan penuh keterpaksaan dan kurang menerima apa adanya. Kurang menerima kenyataan hidup. Atau tidak santai dalam menjalani hidup. Maunya, hidup itu serba lebih dari orang lain. Bukan berarti mengekang cita-cita. Bagiku, kejarlah cita-cita itu setinggi apa yang kita inginkan.

08.44

7 menit yang lalu, ayahku meneleponku. Ia menanyakan bagaimana kabarku. Apakah baik-baik saja atau kurang lebih baik. Kemudian aku pun balik bertanya. Apakah keadaan ayahku baik saja atau sebaliknya, sakitnya kambuh lagi. Ternyata, benar. Sekarang, ayahku sedang kambuh sakitnya. Kepalanya sakit, leher serta kakinya. Katanya sudah sekitar dua mingguan ia merasakan sakitnya. Baru sekaranglah bapakku mau diperiksakan ke dokter dan membeli obat. Aku bertanya, berapa beli obatnya. Semuanya 130.000 ribu.

Ayahku baru kemarin datang ke Bengkulu. Karena sehari sebelumnya, ia masih di rumah dan menghubungiku lewat ponsel, bahwa ia mau ke Bengkulu dengan tujuan berobat.Ternyata, selama dua minggu ini, setiap kakak-tetehku meneleponya, atau sekedar menanyakan kabarnya, ayahku selalu menjawab baik saja. Padahal, yang ia rasakan adalah sakit. Ayahku tak mau berterus terang atas apa yang dirasakannya. Entah mengapa. Aku pun penuh tanda tanya. Kenapa tak mau langsung jujur pada anak-anaknya perihal apa yang dialaminya. Hanya ayahku dan Tuhan lah yang tahu. Tapi aku hanya bisa memprediksi, kenapa ayah kami tidak mau berterus terang.

Mungkin, bila saja ia terus terang kepada anak-anaknya dengan apa yang dirasakannya, bisa jadi ia malu. Atau apalah, mungkin ia tak mau menyusahkan anak-anaknya. Atau tak mau, bila ia terus terang, akan memberi beban pemikiran pada anak-anaknya. Selain prediksi itu, dalam percakapan dengan ayahku, bahwa selama ini ia sembunyikan perihal sakitnya dengan anak-anaknya. Mungkin karena juga sudah tak tahan denagn apa yang dirasakannya, akhirnya kemarin ia berangkat ke Bengkulu. Ya, tujuan utama adalah berobat, yang lain mungkin silaturahmi dengan anak-anaknya. Ayah..ayah, ada-ada saja. Sabar aja,ya ayahku. Moga Tuhan memberikan keringanan atas apa yang ayah rasakan. Aku di sini, juga tak lupa terus memohon pada-Nya, agar ayah segera sembuh. Aku yakin, ayah pasti kuat.

Pembicaraan disambung dengan adikku. Ia bertanya padaku, apa yang sedang dilakukanku sekarang. Aku tak melakukan apa-apa pagi ini selain sedang membaca buku. Aku pun balik bertanya, Oman sedang apa di sana. Tapi aku yakin, dia sedang meneleponku, bukan sedang mandi, atau apalah itu. Pertanyaanku terus beranak, aku menanyakan kapan mulai efektif kuliah. Oh, katanya lagi-lagi kuliah belum. Mulai kuliah bulan September katanya. Masalahnya, bulan Agustus ini baru saja OSPEK/OPDIK, atau baru pengenalan kampus..

O, iya, bagi yang belum tahu, adikku diterima di UNIB (Universitas Bengkulu), jurusan Ilmu Komunikasi. Ia diterima melalu jalur PPA. Aku tak begitu paham, apa itu PPA. Aku sungguh lupa. Yang penting, dia di UNIB. Begitu saja kok repot!! Membicarakan UNIB, aku jadi teringat masa lalu. Tiga tahun yang lewat, setelah aku lulus dari MAN Model kota Bengkulu, aku sempat ikut audisi SPMB. Pilihan pertama, pendidikan bahasa Inggris UNIB, dan pilihan kedua, sastra Arab UIN jakarta. Satu bulan berikutnya, pengumuman SPMB pun digelar. Karena pengumuman itu diberitakan di koran Republika, aku, dengan perasaan cemas yang menggunung, membeli koran itu. Aku lihat deretan nama yang bejibun itu. Aku baca dengan teliti sambil mencocokkan nomor ujianku. Wah, namaku ada, dan nomorku pun cocok. Cecep Hasanuddin diterima pada pilihan kedua, UIN Jakarta, sastra Arab. Begitu kira-kira redaksinya. Berarti, harapanku masuk UNIB, gagal seketika. Ah, gak papa kataku selanjutnya. Mungkin UNIB bukan yang terbaik untukku, tapi buat adikku saja sebagai penggantinya.

Lalu, aku bertanya lagi pada adikku perihal masih tidaknya menulis di buku harian yang aku beli beberapa bulan yang lalu. Dengan sedikit ragu, adikku menjawab apa adanya tanpa pretensi memojokkan siapa pun. Ya, ia sudah jarang menulis lagi sekarang, selain buku harian yang aku berikan memang sudah penuh dengan tulisannya. Mengapa aku begitu sedikit otoriter menyuruh adikku menulis di buku harian? Biasanya, jika kuliah di jurusan komunikasi, kemampuan yaang diasah adalah kemampuan menulis. Rata-rata, lulusan komunikasi, kerjanya tidak jauh dari dunia tulis menulis. Wartawan misalnya. Bukan berarti yang kuliah di jurusan selain komunikasi tidak bisa menulis, bukan itu. Malah banyak yang jadi penulis atau wartawan, latar belakang pendidikannya malah jauh dari dunia tulis-menulis. Teknik, pertanian, misalnya. Tapi minimal, dengan adikku membiasakan menulis diary setiap hari, suatu saat, bila ia disuruh menulis hal apapun, tak bingung dibanding orang yang tak biasa menulis buku harian.

17.51

Adzan magrib masih menggema di seantero Bandung. Aku tak kuasa meneruskan tulisan ini, sebab aku mau wudhu dulu. Jujur saja, aku tak tahan ingin sekali salat. Dah dulu,ya....

23.04

Sebelum aku merebahkan seluruh tubuhku malam ini, aku akan sedikit berseloroh pada kalian semua. Tentang apa,ya?? Ah, bingung,nih....besok aja,deh.....sukses buat kamu,ya...

Catatan 30 Juli 2009

0 komentar
Kamis, 30 Juli 2009, 06.24

Apa yang harus aku tulis,Diaryku? Aku benar-benar tidak tahu, apa,ya? Apakah Diaryku punya ide sebagai bahan tulisanku? Oh, iya, tadi malam, sekira pukul 20.30, sehabis mengerjakan tugas kuliah aku pergi ke luar kamar. Tujuannya hanya satu, yaitu ingin kembali meminjam sesuatu/ lebih tepatnya menghutang ke warung Mas jawa yang ada di samping kosku. Biasa, dah tanggal tua. Atau aku biasa menyebutnya sebagai bulan”udzur”. Aku mengambil Beras satu kilo, 3 buah Mie, satu mie goreng dan dua mie rebus. Telur Ayam dua biji, Kopi susu moka, susu putih satu set, dua keripik pisang rasa asin-kemanis-manisan, serta dua bungkus selai pisang yang harga lima ratusan. Total semuanya; 17.500. Ya, semalam aku menabung 17.500 rupiah. Alhamdulillah, ya Allah.

14.03

Diaryku, baru saja aku datang dari kampus. Capek rasanya, dan ingin sekali aku merebahkan tubuhku pada sebuah kasur. Tapi belum bisa. Aku memutuskan, aku masih rindu bersamamu. Aku yakin, kau masih mau menerimaku sebagai sahabat dalam suka maupun duka. Ok,kan?
Di kampusku, hari ini ramai sekali dipenuhi oleh mahasiswa baru yang dinyatakan lulus. Ya, tepat hari ini, merupakan hari pengumuman kelulusan masuk UIN. Menurut info yang aku dapat dari koran Bandung Expres, yang diterima di UIN sebanyak 2.598 orang. Wuih...banyak juga,ya...belum lagi ditambah dengan SPMB dan PPA. Yuk, cayo buat UIN. Yang belum merasa lulus di UIN, harap bersabar. Mungkin belum milik Anda. Milik Anda barangkali lulus UPI atau UNPAD, karena Anda juga ikut SPMB. Mudah-mudahan.

Catatan 25 dan 28 Juli 2009

0 komentar
Sabtu, 25 Juli 2009, 08.01

Halo Diaryku, gimana kabarnya? Maaf,ya, seharian kemarin aku tak sempat menemuimu. Aku tidak tahu, kenapa itu bisa terjadi. Perasaan sungkan dan malas ada pada diriku kemarin. Padahal, hanya sekedar menyapamu saja. Maaf,ya. Sebenarnya aku sangat sadar,Diaryku. Bahwa aku memang sedang kehilangan semangat untuk melakukan sesuatu. Tugas kuliahku, belum juga kelar-kelar, belum juga selesai-selesai, dan belum juga rampung-rampung. Ya, Allah, Engkau lah penggugah jiwaku. Jangan biarkan aku terkungkung, terhipnotis, terkuasai, terjaring, terjerat, terimajinasi, dikalahkan, dan dirasuki malas.

Selasa, 28 Juli 2009, 15.45

Hai Diaryku, lama kita tak jumpa. Sekitar beberapa jam lah. Maaf,ya. Tapi, beberapa jam saja aku tak bertemu denganmu, rasanya sungguh seperti tidak bertemu berapa tahun, gitu. O, ya, sebelum aku menunaikan kewajibanku sebagai hamba Tuhan, aku ada cerita untukmu. Mau kan? Setuju kan kalau aku berbagi cerita denganmu? Aku harap, kamu mau. Karena kamu sahabatku. Ok?

Beberapa jam kebelakang, aku sungguh heran dengan sebagian anak kos di tempatku. Bukan heran saja yang aku rasakan, tapi lebih dari itu. Betapa teganya dia. Entah siapa. Yang jelas bukan orang lain di luar kos kami yang melakukan itu. Aku yakin, bukan orang lain di luar kos! Ya, aku dikejutkan oleh teman satu kamarku yang mengatakan,”Eh, dimana kamu letakkan sarung Bantal yang kotor kemarin? Aku agak bingung dicecar satu pertanyaan itu. Setelah aku diam sejenak, aku ingat, bahwa yang ditanyakan itu maksudnya menanyakan sarung Bantal yang aku copot dari Bantalnya. Kemudian aku ganti dengan sarung Bantal yang baru/bersih. Aku menggantinya dua hari yang lewat.

Nah, setelah aku mengganti sarung Bantal dengan yang baru, aku letakkan lagi bantal itu di tempat biasanya. Sedangkan yang lama (sarung Bantal), aku letakkan di tumpukan pakaian kotor milik kami. Atau, kain kotor itu aku ikat dengan kain Sarung. Karena merasa kain buntelan pakaian itu menyesakkan kamar kami, aku berinisiatif meletakkannya di rak yang ada di luar kamar sambil menunggu dicuci pada hari libur.

Keesokannya, ya, tepat hari ini, temanku kebetulan ingin buang hajat. Tentunya di WC,dong! Masa di.....setelah dari WC, temanku, mungkin, sekilas melihat sarung Bantal di lantai menyatu dengan cucian piring kotor. Wah, nampaknya, sarung Bantal itu sudah dipakai untuk bahan”lap” lantai yang menuju WC. Siapa,ya pelakunya? Eh, iya, sarung Bantal kami warnanya merah dengan dibumbui atau bermotiv Mencester United (MU). Wah, kalau saja Ferguson tahu tentang kejadian, bisa dibilang “pelecehan” itu, mungkin dia sulit memaafkan si pelaku, seandainya mengaku atau ditemukan.

Setelah temanku melihat, menyaksikan, dan seterusnya, dia masuk kamar kami. Aku ada di dalam kamar itu. Dengan sedikit menampakkan ketidaksenangan dan rasa sesal yang mendalam, temanku itu lalu berujar dengan tak lupa sambil bersungut-sungut (ucapannya sudah ada pada kalimat sebelumnya). Tapi gak papa, aku eksplorasi lagi apa yang diungkapkannya.”San, kemarin, di mana kamu letakkan sarung Bantal kita?” Katanya melotot padaku. Aku diam tiga ribu peribahasa. Dia terus mengomel, mengumpat, mengeluarkan kata-kata beberapa binatang yang jelas-jelas ada di Ragunan itu. Tapi, dia tetap menyebut beberapa binatang itu.

“Aku letakkan di buntelan cucian yang pake Sarung, emang kenapa?” Kataku kemudian.”Loh, sekarang kok ada di dekat cucian piring? Sudah dipakai ngelap lantai kayaknya!” Sungut temanku. Hatiku sedikit tak percaya disertai kaget mendalam setelah mendengar ungkapan itu. Rasa penasaranku timbul.”Mana?” Aku melanjutkan.”Tuh, liat di samping WC, sarung Bantal itu sudah dijadikanLap!!” Kata teman satu kamarku itu dengan wajah geram dan terlihat rona keikhlasannya luntur.

Aku dan temanku langsung menilik ke luar kamar menuju TKP (Tempat Kejadian Perkara). Benar saja, sarung Bantal merah bermotiv MU itu sedang tergeletak sedih dengan sekujur tubuhnya dilapisi kotoran. Aku tidak bisa berbuat atau pun mengucap kata setelah apa yang aku saksikan memang benar adanya. Yang ada, hanyalah sebongkah penyesalan- keprihatinan kepada pelaku peletakan sarung Bantal di samping WC. Inginnya, aku mengumpat, mengeluarkan dengan kencang kata-kata yang aku kira, pantas saja bila diucapkan. Tapi tak mungkin!! Bagaimanapun aku mengumpat sekasar-kasarnya, misalnya, toh sarung Bantal itu tak kan lari dengan sendirinya ke Buntelan sarung yang aku letakkan di Rak.

Ya, sudah lah. Yang sudah biralah melebur dengan kesudahannya. Yang lalu biarlah berlalu dengan keberlaluannya. Diaryku, sungguh aku tak habis pikir memikirkannya.Tak tahu lah, siapapun yang merasa telah menjadikan sarung Bantal kami sebagai”Lap”, biarkan saja. Mungkin itu dilakukan karena ketidaksengajaan atau alasan lain. Aku tak tahu. Mungkin saja, buntelan yang ada di Rak itu dianggapnya sebagai kain yang tidak dipakai lagi. Atau aku salah mungkin meletakkannya. Aku pun bisa menduga. Itu aku kira sebuah kewajaran sebagai anak manusia, bukan anak Tuhan. Sudah lah, aku mau bernyanyi dulu. Yang lalu, biar berlalu.......

19.32

Diaryku, aku ada yang lupa. Sebenarnya dan seharusnya, aku menceritakannya ini kemarin. Ya, terpaksa, malam ini saja aku menuliskannya tentang apa yang aku alami kemarin. Gak ada yang melarang,toh? Ya, tepatnya pada pukul 10 pagi kemarin, karena aku merasa kangen berat, aku lalu mengunjungi Perpustakaan Kampusku tercinta. Sesampainya di sana, tanpa sengaja aku bertemu dengan seorang teman satu kampus. Bukan satu kelas, apalagi satu fakultas. Dia fakultas Tarbiyah, sedang aku Sastra. Dia jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), aku jurusan Sastra Arab (SA). Dia kulitnya hitam, aku kulitnya Sawo matang. Dia semester 5, aku semester 7. Tak ada yang sama pokoknya. Beda jauh. Singkat cerita, sebelum aku masuk Perpus, dia memberiku dua buah Apel merah. Katanya, dia baru saja diberi sahabatnya, sebagai hadiah ulang tahun. Bukan hanya itu yang diberi sahabatnya, tetapi sebuah baju Batik dan sebuah kertas pendek bertuliskan”Met milad,ya”.

Catatan 23 Juli 2009

0 komentar
Kamis, 23 Juli 2009, 22.20

Malam ini, aku agak sedikit terkena Flu. Tapi, mudah-mudahan, aku berharap tidak berlangsung lama. Seandainya saja terlalu lama, maka, ada aktivitas apapun akan terasa sulit melaksanakannya. Satu merasa sakit, dengan sendirinya tanpa disadarai seluruh tubuh akan merasa sakit juga. Itu lah barangkali bukti solidaritas antar sesama tubuh.

Diaryku, beberapa menit yang lalu, kakakku menelepon padaku. Dia bilang, bahwa Paman yang ada di Tasik sedang sakit. Kakakku menyarankanku, kalau bisa untuk menjenguknya ke Tasik. Insyaallah kataku. Kemudian, aku mencoba bertanya pada kakakku, sakit apa yang diderita Pamanku saat ini. Stroke kata kakakku. Sudah beberapa hari ini, Paman kami tidak bisa bicara. Tepatnya, setelah salah satu anaknya yang perempuan,Anin menikah. Atau, kira-kira sudah tiga mingguan lah.

Setelah mendengar kabar itu, aku merasa sedih. Ingin rasanya aku ke Tasik sekarang juga. Tapi, rasanya belum bisa untuk beberapa hari ini. Maaf kan aku,Paman. Bukan bermaksud apa-apa. Karena, untuk beberapa hari ke depan, aku masih ada pekerjaan kuliah yang harus aku selesaikan. Bukan berarti aku mendahulukan tugasku. Sekali lagi, bukan itu. Tapi, waktu yang sangat sempit yang membuat aku harus berjibaku dengannya. Karena, rencananya, pada tanggal 27 Juli 2009, tugas yang sedang aku kerjakan ini mesti selesai dan hari itu juga disidangkan.

Sampai hari ini saja, tugasku belum mencapai 80 persen. Masih banyak yang harus aku perbaiki dan lakukan. Mulai dari mencari referensi yang mendukung tugasku, bimbingan dengan Dosen yang bersangkutan, sampai menghubungi beberapa Dosen karena menanyakan, kenapa sebagian nilaiku ada yang belum keluar. Wah, perlu sedikit kesabaran dan bertahan dengan apa yang sedang aku hadapi.

Sebuah dilema. Aku harus ke Tasik atau aku mengerjakan tugas terlebih dahulu baru kemudian ke sana. Seandainya aku ke Tasik hari ini atau besok, maka aku tidak cukup satu hari atau dua hari di sana. Tidak cukup. Apalagi, kondisi Pamanku dalam keadaan, bisa dibilang agak parah. Informasi yang aku dapatkan dari kakakku, ketika ia meneleponku tadi, bahwa semua anak-anak Paman yang ada di Bogor dan Jakarta, kini sudah berada di Tasik berkumpul semuanya. Memang, aku pun ada perasan tidak enak belum bisa ke Tasik. Tapi.....aku sangat susah mendefenisikannya.

Mulai malam ini, aku hanya berd’oa kepada Tuhan, meminta agar Tuhan meringankan sakit yang diderita oleh Pamanku. Serta, mudah-mudahan, Tuhan memberikan kekuatan dan umur yang panjang kepada paman kami. Juga, aku berharap pada-Nya, agar aku diberi kesempatan dan kesehatan untuk bisa menengok Paman di Tasik sesegera mungkin.

Sekali lagi, Paman, jangan merasa gundah, Paman harus kuat, karena Ia ada di sampingmu.

00.27

“Alhamdulillah”, kata itu lah yang pertama kali aku ucapkan pada malam yang begitu dingin ini. Beberapa jam yang lalu, aku merasakan kenikmatan yang tiada terkira. Yang selama ini kutunggu-tunggu, akhirnya datang dan menyapa juga, meski hanya sebentar. Ya, kenikmatan itu adalah berupa hujan. Lumayan. Bandung dan sekitarnya merasa mendapat anugrah yang hilang, dan kini telah kembali. Thanks, ya Allah. Semua itu karunia-Mu. Tanpanya, jalan-jalan berdebu dan sungguh gersang kurasa. Dengannya, semuanya menjadi terasa mekar kembali dan segar kemudian. Karenanya juga, kamar kosku sering kebanjiran. Biarlah, nikmati saja. Itu belum seberapa dibandingkan dengan ledakan Bom yang ada di Marriot dan Ritch Calton.

01.13

Diaryku, sudah larut begini kamu belum juga tidur? Apa yang sedang kamu lakukan? Apa kamu tidak merasa capek menemaniku? Maaf,ya Diaryku, tadi, setelah Magrib, karena aku merasa lelah, kau kemudian tidur. Dan, pada pukul 20.30, aku bangun kembali. Rasanya, malam ini aku belum merasa ngantuk. Aku lebih suka menemanimu daripada tidur. Meski aku tahu, badanku wajib diistirahatkan. Kalau belum ngantuk, kenapa mesti tidur,ya,kan?


Catatan 22 juli 2009

0 komentar
Rabu, 22 Juli 2009, 08.49

Hari ini, aku akan fokus pada pekerjaanku. Ya, aku akan mengerjakan tugas PPL-ku. Mudah-mudahan, aku terhindar dari rasa malas dan tidak bersemangat. Sudah sejak 3 minggu yang lewat sebenarnya aku ingin mengerjakannya, tapi ada saja halangan dan rasa malas itu. Entah mengapa.Setiap ada tugas dari kampus, aku selalu malas dan tak bersemangat untuk mengerjakannya. Terkadang menunda-nunda. Bahkan akhirnya tidak jadi dikerjakan. Mungkinkah itu sifatku? Mungkinkah juga terbawa oleh Plegmatisku? Nampaknya, hanya akulah yang pantas menjawabnya. Tapi, kalau untuk melakukan yang lain, atau tugas di luar kampus, aku selalu semangat melakukannya. Apalagi, menulis seperti ini.


Jadi, sampai kapan aku harus menunda-nunda mengerjakan tugas kuliah? Apakah aku harus santai begini terus? Aku, orangnya adalah super santai. Tidak pernah merasa diburu tugas, atau apalah itu. Selain aku terkenal santai, aku pun cinta pada kedamaian. Aku pun, orangnya mudah percaya pada sesuatu. Tapi, aku percaya setelah beberapa pertimbangan. Hah, pokoknya, aku ini serba nyantai. Sampai hari ini saja, membuat laporan hasil PPL belum juga rampung. Bahkan, Kata Pengantar pun belum sama sekali. Yang sudah adalah membuat kerangkanya saja. Itu pun termasuk lumayan, ketimbang tidak sama sekali.

Detik ini pun, aku tidak terpancing sama sekali untuk meneruskan mengerjakan tugas PPL. Padahal, besok, rencananya adalah hari bimbingan terakhir sama Dosen Pembimbing. Dan, pada tanggal 27 Juli 2009, hasil PPL itu akan diujikan layaknya ujian Skripsi. Wah, ngeri banget,deh. Gak ngeri-ngeri amat,sih. Ngapain juga ditakutin,ya,gak? Yang merasa takut barangkali yang tidak PD dengan dirinya dan dengan tugasnya. Kalau memang tugas PPL itu hasil dirinya, kenapa merasa takut,ya,gak? PD aja,lagi!! Cie, kayak yang udah aja tugasnya...

Yah, minimal membuat orang semangat kan gak papa. Meskipun, aku sendiri sebenarnya belum sempurna. Aku seneng kok membuat orang bahagia. Aku juga seneng membuat orang tertawa. Terkadang, aku pun seneng membuat orang jengkel,marah, dan seabrek ketidaksenangan terhadapku. Biasa....manusiawi. Aku sudah katakan sebelumnya, bahwa aku ini mahluk yang tidak akan sempurna dihadapan Tuhan dan kita. Tapi yang jelas, dihadapan Gajah, Sapi, Kambing, Jerapah, Domba, Ayam, Ular, dan juga mungkin Semut, akulah yang paling sempurna. Tanpa menutup kemungkinan, aku pun bisa banyak belajar dari mereka. Walaupun, mereka tidak sesempurna aku. Meski begitu, aku terkadang tanpa disadarai menjadi murid mereka. Begitulah kehidupan, semuanya bahkan menjadi Guru.

Diaryku, maaf,ya...aku mau mandi dulu,nih!!

09.50

Ah, gak jadi,deh mandinya. Ntar aja, nunggu beberapa menit lagi. Soalnya, Handuk, dua-duanya basah. Jadi, aku jemur dulu sebentar supaya agak sedikit kering, dan dipakai pun nyaman. Aku sering membiasakan menjemur kembali Handuk yang telah dipakai mandi. Andai saja Handuk yang telah dipakai gak langsung dijemur lagi, Handuk itu akan menyebabkan atau mengeluarkan bau yang tak sedap. Juga akan berubah warna pada Handuknya. Akan ada bintik-bintik Hitam sebesar Tahi Lalatku. Ah, pokoknya aku harus menghindari hidup tidak sehat. Kan lebih baik mencegah daripada mengobati. Bukan hanya Handuk yang harus dijemur kembali, tapi juga Kasur Busaku. Hampir setiap pagi, bila tak turun hujan, aku pasti menjemur keduanya. Titik. Mandi dulu,ah....

11.40

Sebentar lagi waktu Dhuhur akan menyeruak. Tinggal beberapa menit lagi. Sekarang, bagi yang masih mengenal siapa dirinya, silakan bersiap-siap membersihkan diri menuju Kamar Mandi. Mandi, atau hanya sekedar wudhu saja. Setelah itu, bersatulah bersama Tuhan. Diupayakan, nikmatilah senikmat-nikmatnya bersamanya. Kapan lagi.

22.47

Baru saja, kira-kira 15 menit yang lalu, aku baru datang dari Warnet G@net. Tak ada yang aku lakukan selain bersilaturahmi ria bersama-sama teman satu komunitas. Facebook. Sekali waktu, aku juga mampir di rumahku. Duniakatakata.wordpress.com. Begitu juga dengan Ustadku, ustad Google yang tak lupa aku kunjungi. Ustad Google lah yang selama ini menjadi tempat bertanya tentang segala hal yang belum aku tahu.. Berkat beliau lah juga aku agak sedikit pintar.

O, iya, setelah salat Ashar tadi, aku mencoba mengunjungi Perpustakaan kampus. Aku naik ke lantai dua. Di sana, aku langsung melahap beberapa koran yang tergeletak di Meja panjang. Ada Kompas, Republika, Pikiran Rakyat, dan Jakarta Post. Aku mendahulukan membaca Kompas hari ini. Setelah itu, aku membaca dan membolak-balik Kompas edisi Minggu. Aku senang dengan Kompas Minggu, favoritku adalah rubrik Seni. Di sana ada Cerpen dan Sajak-sajaknya yang menyentuh. Kompas Minggu pun aku sudahi. Kemudian, aku buka Kompas edisi Selasa, 21 Juli 2009. Perlahan tapi pasti, aku bolak-balik juga itu koran itu. Ketika sampai pada rubrik Jawa Barat, aku agak santai cara membuka lembaran demi lembaran. Sangat santai. Teliti. Nah, pada rubrik Forum, tepatnya di sebelah kiri, atau pada rubrik Surat Pembaca, mataku langsung tertuju pada sebuah judul Surat pembaca,”Orientasi Siswa/Mahasiswa” Begitulah judul itu katanya. Wah, berarti Surat Pembacaku dimuat. Setelah aku lirik ke bawah nama pengirimnya, ternyata benar, namaku;Cecep Hasanuddin,Manisi, Cibiru, Bandung. Sedikit kegembiraan ada padaku waktu itu. Yah, lumayan,lah dapet dua voucer nonton di Bioskop secara gratis. He..

Catatan 21 Juli 2009

0 komentar
Selasa, 21 Juli 2009, 17.07

Aku merindukanmu Diaryku. Setiap aku melihatmu, ingin rasanya aku mengajakmu ke sebuah tempat yang nyaman yang di sekitarnya terdapat kicau Burung Nuri.

18.28

Diaryku, aku hanya ingin katakan kepadamu, bahwa aku hari ini, aku merasa gembira. Sedikit saja. Tidak banyak. Ya, Surat Pembaca yang aku kirimkan ke Pikiran Rakya beberapa hari yang lalu, akhirnya dimuat juga. Biasa, menyoal MOS! Diary tahu kan apa itu MOS? MOS itu, Masa Orientasi Siswa. Kok Surat Pembacanya tentang MOS? Diaryku, sebenarnya aku sudah bosan dengan pemberitaan MOS yang di dalamnya ada kekerasan yang dilakukan oleh kakak senior.

Apa bener? Mau bukti? Tuh, kalo Diary liat berita di TV tanggal 16 Juli 2009, pukul tujuh pagi di salah satu TV swasta. Bukan hanya kekerasan kata berita itu. Tapi, ada yang sampai merenggut jiwa segala. Nah, setelah mendengar berita itulah aku langsung menulis Surat Pembaca. Kira-kira pukul 10 pagi, aku langsung mengirimkan Surat Pembaca itu. Yah, dan hari ini, 21 juli 2009, surat itu dimuat. Ya, itung-itung belajar aktualisasi diri plus menulis. Diaryku, do’akan aku,ya supaya aku bisa menulis,menulis, dan menulis.

Catatan 19 dan 20 Juli 2009

0 komentar
Ahad, 19 Juli 2009, 16.53

Kira-kira pukul 12.30 tadi siang, aku dan temanku baru saja datang dari memenuhi undangan resepsi pernikahan teman lamaku. Aku dan temanku berangkat dari kos tepat pukul 08.00. Agak sedikit terlambat. Untuk menuju sasaran,kami menggunakan mobil bis mini. Namanya KOBUTRI. Dari Cibiru, tempat kami, ongkosnya 5000 ribu rupiah per-orang.


Senin, 20 Juli 2009, 08.35

Maaf Diaryku, kau kutinggalkan seorang diri. Aku mohon, kau jangan sedih,ya. Kesedihan hanya membuat bertambahnya kesedihan. Karenanya, sekarang, pagi ini, kau harus gembira menyambutku juga menyambut mentari pagi. Lima menit yang lalu, aku menjemur dua kasurku di lantai dua bangunan kos ini. Itu memang sudah jadwalku. Kalo tidak dijemur, ntar kasurnya berbau tidak sedap dan menyebabkan banyaknya kutu-kutu berkeliaran. Kan bahaya kalo badanku gatal-gatal hanya gara-gara kuman di kasur. Capek,deh!!

Ya udah, aku mau melanjutkan cerita perjalananku kemarin ke Majalaya. Aku dan temanku sampai di sana tepat pukul 09 lebih. Ternyata, setelah kita sampai depan rumah temanku itu, suasana sepi. Pintu rumahnya terkunci. Di sana hanya ada Ayam jago sedang melakukan tindakan tidak senonoh terhadap ayam betinanya. Tepat di depan mata kami. Kami tak bisa berbuat apa-apa, selain mengucapkan,”Astagfirullah!! Ayam!! Bisa-bisanya Kamu!!” Kedua Ayam yang lagi asyik itu pun tak mendengar apa yang kami ucapkan. Mungkin saking nikmat dan khusuknya. Kemudian, ada seorang ibu dan anak gadis lewat di depan kami.”Bu, rumah Ahmad,kok sepi,ya? Kira-kira, di mana resepsinya,ya? Ibu itu pun menjelaskan kepada kami bahwa acara resepsi letaknya agak jauh dari tempat kita ngobrol. Kira-kira, kalo naik Ojek ongkosnya 5000 rupiah. Tepatnya, di daerah Inpres Cigereleng ujung. Setelah mendapat hidayah, kami langsung menuju pangkalan Ojek. Belum sampai kami ke tempat Ojek berada, sekitar beberapa meter di mana kami sedang berjalan, Tetehnya Ahmad datang dengan menggunakan Motor beserta anaknya. Dengan spontan, aku memanggilnya,”Teh!!” Motor itu pun berhenti. Dia tahu, bahwa yang memanggil adalah aku;Cecep. Selanjutnya, aku pun menanyakan di mana Ahmad berada. Tanpa menjawab, ia langsung menyuruh anaknya, Sony, untuk mengantar kami ke tempat mertua Ahmad. Sedangkan Teteh Ahmad, turun di situ. Karena memang, jarak rumahnya tidak lagi jauh.

Akhirnya, kami sampai juga di tempat keramaian itu. Terdengar alunan musik Sunda khas yang disuguhkan ketika acara resepsi. Beberapa meter menjelang kami menyalami orang tua Ahmad, terlihat dari raut mukanya rona kebahagiaan. Ada sebutir senyum menghiasi wajahnya. Kami pun ikut hanyut dalam kebahagiaan itu dan langsung, kami menyalami yang ada di sekitarnya termasuk ke dua orang tuanya. Kami langsung masuk ke sebuah ruangan yang memang telah dihias sedemikian rupa, tentunya ala Sunda. Bukan Jepang, Amerika, atau yang lainnya. Di ruang itu, kedua mempelai menyambut kami dengan penuh kegembiraan dan mengucapkan banyak terimakasih atas kedatangan teman lamanya. Ahmad pun langsung bertanya padaku,”Kapan kamu menyusul seperti aku,cep?” Aku membalasnya dengan sebuah senyum. Itu saja.

Setelah kami ngobrol kesana-kemari baik dengan orang tuanya dan juga kedua mempelai, kami dipersilakan makan. Ya udah, tanpa pikir pendek maupun panjang, kami langsung menuju Parasmanan, karena memang, sejak keberangkatan dari kos, kami belum sarapan apapun. Itu memang kami sengaja sebagai bukti pengiritan. Acara makan dan dimakan pun usai. Kami kembali masuk ke ruang kedua mempelai berada untuk mengucapkan terimakasih, mengucapkan selamat atas pernikahnnya moga Mawaddah Warahmah, dan terakhir, kami memohon izin untuk pulang. Dan untuk paling terakhir, kami pun turut memberi sebagian harta kami dalam rangka turut membahagiakan keduanya.Yah, selamat menempuh hidup baru temanku.

12.23

Berjumpa lagi denganku dalam acara curhat bareng bersama Diaryku. Baik lah, pada siang yang begitu terik ini, tidak banyak yang ingin aku sampaikan. Aku terlalu takut, bila aku terlalu banyak menyampaikan, maka kalian juga bosan. Tapi, tak apalah kalian bosan denganku, asal saja kalian tidak bosan dengan Tuhan kalian. Begini, bahwa aku sebentar lagi akan segera menghabiskan bacaan novelku. Novelku itu berjudul”Gadis Garut”. Tebal juga,sih, lumayan. Berapa,ya tebalnya? Ntar,ya aku hitung dulu. Oh...ternyata tebalnya 275 halaman. Kira-kira, ada 5 halaman lagi yang belum aku baca. Insyaallah, hari ini pun rampung. Asyik lho membacanya. Novel itu berkisah tentang cinta dan segala rintangannya. Juga kisah kehidupan multietnik Indonesia awal abad 20. Latarnya pun kebanyakan terjadi di Garut. Sebagiannya ada di Betawi, Bandung, Surabaya, Semarang, dan Singapura. Gak percaya? Aku do’akan, mudah-mudahan kalian bisa membeli novelnya. Karena, bila aku ceritakan di sini, rasanya tak cukup waktu. Ok?

16.49

Tak ada yang lain yang ingin aku ucapkan pada detik ini selain ucapan syukur pada Allah, yang telah memberikanku kekuatan untuk bisa menyelesaikan membaca novel”Gadis Garut” sampai sampul paling belakangnya. Pokoknya ludes,deh. Tak ada yang tersisa. Yang tersisa,mungkin ketidakpahaman aku terhadap isi novel itu. Berarti, aku harus membaca ulang novel itu agar lebih paham. Semoga Tuhan mengizinkan aku untuk membaca kedua kalinya. Bila perlu beberapa kali. Rencananya, dan memang ini tugas, setelah novel itu dibaca, tugasku selanjutnya adalah menganalisisnya. Aku akan menganalisis dengan Pendekatan Biografis. Ya Allah, berikanlah aku kemudahan dalam mengerjakannya. Jadikanlah hasil analisisku menjadi yang terbaik,ya Allah. Jauhkanlah pula hamba-Mu ini dari kemalasan dan menunda-nunda pekerjaan, ya Allah. Berikanlah juga kekuatan kepada hamba-Mu yang lemah ini.