Posted by Catatan-catatanku in
0
komentar
Rabu, 15 Juli 2009, 07.50
Diaryku, aku mau jujur padamu pagi ini. Boleh kan? Aku rasa boleh, karena kau adalah sahabat terbaikku yang selalu hadir dalam ketidakhadiranku. Begini, aku, subuh kali ini, tidak sempat salat subuh. Aku menyesal....sekali. Diaryku, kenapa kau tidak membangunkanku sebelum subuh sebagaimana biasanya? Apa kau juga ikut kesiangan? Bahkan tidak salat subuh juga? Aku bangun pagi pada hari ini tepat pukul 07.15. Ampuni aku ya Allah. Jangan biarkan diri ini teraniaya ya Allah. Aku bukan takut pada-Mu ya Allah. Karena kau tak pantas untuk ditakuti. Tapi, aku segan pada-Mu ya Allah. Juga aku malu pada-Mu.
Setelah aku sarapan pagi bersama temanku, kini ada tugas lagi untukku. Mau tahu tugasnya apa? Ya, aku mau nyuci dulu.
10.03
Alhamdulillah, aku barusan saja sudah nyuci. Banyak banget cucianku. Bejibun. Ada 2o kain yang aku cuci hari ini. Alhamdulillah juga, tepatnya, selagi aku menjemur pakaian, Mas warung menawariku buah Pepaya. Dalam bahasa Sundanya”Gedang”. Tapi, kalo dalam bahasa Bengkulunya, “Gedang” itu berati”besar”. Dalam bahasa Arabnya,”Babaya”. Dalam bahasa Inggrisnya, apa,ya, lupa aku. Ntar deh, aku cari di Hasan Shadly. Setelah Pepaya berhasil aku dapatkan, di kamar, aku langsung membelahnya. Kukupas. Kuiris kecil-kecil. Wuih...manis banget rasanya. Semanis Bidadari syurga. Meskipun aku belum sempat ke sana. Tapi, aku sudah nyarter tempat di mana Bidadari itu berada.
Eh, iya, aku ada cerita,nih. Tadi malam, ketika aku sedang bermain dengan emachinesku, aku sempat berkenalan dengan teman yang sebelumnya tidak aku kenal. Meski satu kampus. Dia sendiri yang mendahulukan bertanya padaku. Eh, siapa namamu? Katanya. Aku langsung menjawab. Hasan namaku. Sembari aku sibuk dengan FB-ku, dia pun begitu. Di tengah-tengah itu, aku bertanya padanya tentang biodatanya. Namanya, Abas hidayat. Asalnya dari Cirebon. Kayaknya, keturunan Sunan Gunung Djati,deh. Mungkin. Kuliahnya di jurusan Matimatian. Eh, Matematika. Semester akhir. Dia in the kos di perumahan Permai Cipadung. Katanya juga, ia sedang nyusun skripsi. Tapi, hanya bab satu aja, itu pun gagal. Di samping aktivitas kuliahnya, Abas juga mengajar privat bahasa Jepang. Tempatnya di Jatinangor, Sumedang.
Ia pun bercerita, sempat pula ia cuti selama satu semester demi mengajar bahasa jepang. Nilai kuliahnya, sempat bobrok. Itu lah jalan hidup, begitu katanya menambahkan. Abas pun sempat menawarkan padaku. Menawarkan bila ingin belajar bahasa Jepang, datanglah ke kamarnya. Tawaran itu kusambut dengan ucapan terimakasih. Insyaallah kataku selanjutnya. Dia pun bertanya tentang dari mana aku berasal, jurusan apa kuliahnya, sampai di mana aku nge-kos. Yah, aku jawab saja seadanya. Aku berasal dari Bengkulu. Aku jurusan paling mengerikan diantara jurusan yang lain. Sastra Arab. Kosku ada di Manisi, dekat kolam pemancingan. Setelah kutanya, apakah tahu daerah kolam pemancingan, ternyata, Abas belum tahu. Belum terlacak.
Aku pun kembali bertanya pada Abas. Manakah yang paling sulit, belajar bahasa Inggris atau Jepang? Katanya,sih, menurut pengalaman dia, lebih enak belajar bahasa Inggris. Tahu kenapa? Karena, dalam bahasa Jepang itu, yang paling sulit adalah cara menulis hurufnya. Bahasa Jepang, menekankan pada tulisannya. Persamaan bahasa Jepang dan Indonesia, hanya pada huruf vokalnya saja. A,I,U,E,O. Selain itu, tidak ada. Ia pun meneruskan, jika ingin bisa bahasa Jepang, intinya pada tulisan. Harus selalu dilatih dalam menuliskan hurufnya. Huruf Jepang berbeda dengan hurup yang biasa kita pakai. Sangat berbeda.
Setelah aku sarapan pagi bersama temanku, kini ada tugas lagi untukku. Mau tahu tugasnya apa? Ya, aku mau nyuci dulu.
10.03
Alhamdulillah, aku barusan saja sudah nyuci. Banyak banget cucianku. Bejibun. Ada 2o kain yang aku cuci hari ini. Alhamdulillah juga, tepatnya, selagi aku menjemur pakaian, Mas warung menawariku buah Pepaya. Dalam bahasa Sundanya”Gedang”. Tapi, kalo dalam bahasa Bengkulunya, “Gedang” itu berati”besar”. Dalam bahasa Arabnya,”Babaya”. Dalam bahasa Inggrisnya, apa,ya, lupa aku. Ntar deh, aku cari di Hasan Shadly. Setelah Pepaya berhasil aku dapatkan, di kamar, aku langsung membelahnya. Kukupas. Kuiris kecil-kecil. Wuih...manis banget rasanya. Semanis Bidadari syurga. Meskipun aku belum sempat ke sana. Tapi, aku sudah nyarter tempat di mana Bidadari itu berada.
Eh, iya, aku ada cerita,nih. Tadi malam, ketika aku sedang bermain dengan emachinesku, aku sempat berkenalan dengan teman yang sebelumnya tidak aku kenal. Meski satu kampus. Dia sendiri yang mendahulukan bertanya padaku. Eh, siapa namamu? Katanya. Aku langsung menjawab. Hasan namaku. Sembari aku sibuk dengan FB-ku, dia pun begitu. Di tengah-tengah itu, aku bertanya padanya tentang biodatanya. Namanya, Abas hidayat. Asalnya dari Cirebon. Kayaknya, keturunan Sunan Gunung Djati,deh. Mungkin. Kuliahnya di jurusan Matimatian. Eh, Matematika. Semester akhir. Dia in the kos di perumahan Permai Cipadung. Katanya juga, ia sedang nyusun skripsi. Tapi, hanya bab satu aja, itu pun gagal. Di samping aktivitas kuliahnya, Abas juga mengajar privat bahasa Jepang. Tempatnya di Jatinangor, Sumedang.
Ia pun bercerita, sempat pula ia cuti selama satu semester demi mengajar bahasa jepang. Nilai kuliahnya, sempat bobrok. Itu lah jalan hidup, begitu katanya menambahkan. Abas pun sempat menawarkan padaku. Menawarkan bila ingin belajar bahasa Jepang, datanglah ke kamarnya. Tawaran itu kusambut dengan ucapan terimakasih. Insyaallah kataku selanjutnya. Dia pun bertanya tentang dari mana aku berasal, jurusan apa kuliahnya, sampai di mana aku nge-kos. Yah, aku jawab saja seadanya. Aku berasal dari Bengkulu. Aku jurusan paling mengerikan diantara jurusan yang lain. Sastra Arab. Kosku ada di Manisi, dekat kolam pemancingan. Setelah kutanya, apakah tahu daerah kolam pemancingan, ternyata, Abas belum tahu. Belum terlacak.
Aku pun kembali bertanya pada Abas. Manakah yang paling sulit, belajar bahasa Inggris atau Jepang? Katanya,sih, menurut pengalaman dia, lebih enak belajar bahasa Inggris. Tahu kenapa? Karena, dalam bahasa Jepang itu, yang paling sulit adalah cara menulis hurufnya. Bahasa Jepang, menekankan pada tulisannya. Persamaan bahasa Jepang dan Indonesia, hanya pada huruf vokalnya saja. A,I,U,E,O. Selain itu, tidak ada. Ia pun meneruskan, jika ingin bisa bahasa Jepang, intinya pada tulisan. Harus selalu dilatih dalam menuliskan hurufnya. Huruf Jepang berbeda dengan hurup yang biasa kita pakai. Sangat berbeda.