Catatan 03 Agustus 2009

0 komentar
Senin, 03 Agustus, 03.52

Alhamdulilah, aku masih bisa diberikan nikmat hidup pada hari ketiga di bulan Agustus ini. Nikmat-Mu, aku tak takkan pernah melupakannya,ya Allah. Ya, Allah, berilah kekuatan kepada hamba untuk melaksanakannya, insyaallah, hari ini, aku berniat puasa sunat. Mengingat, sebentar lagi, Ramadhan akan menyapa, jadi tak ada salahnya, bila aku menyambutnya dengan latihan-latihan. Puasa sunat terlebih dahulu, misalnya. Agar, nanti ketika masuk bulan Ramdhan, aku tidak grogi dan terkejut melaksanakannya. Ridhoilah maksud kami ya Allah. Menu sahur kali ini akan ditemani oleh sebuah telur ayam dan satu mie goreng, plus tiga gelas air putih. Dan, tak lupa sepucuk niat ikhlas karena-Nya.





12.43

Siang ini, aku insyaallah masih dilingkupi dan diselimuti rasa sabar. Aku tak tahu, kenapa tiba-tiba aku mengatakan seperti itu. Ada apa sebenarnya dengan jiwa dan perasaanku di tengan terik siang ini? Tapi, aku tak bisa menyembunyikan apa yang sedang aku rasakan dan aku harapkan. Apa itu? Sungguh aku benar-benar tak kuasa memberitahumu. Bila saja aku memberitahumu perihal apa yang tengah aku rasakan, mungkin, yang merasa membacanya atau pun mendengarnya, akan merasa gusar. Ah, masalah itu saja dipermasalahkan. Kira-kira mungkin begitu yang dilontarkan. Dan itu pun baru prasangkaku saja, dugaanku itu bisa benar, bisa juga kurang tepat.

Bila dugaanku salah, mungkin, orang yang sempat membaca tulisan ini akan langsung simpati terhadapku atas apa yang sedang aku rasakan dan harapkan. Bisa jadi, orang itu, atau kamu sendiri akan datang kepadaku. Banyak alasan mereka datang menemuku. Salah satu diantaranya adalah berangkat dari sebuah keprihatinan melihat kondisiku saat ini. Tapi, ia Cuma prihatin saja dengan menunjukkan wajah empatinya, memberi nasehat, dan meninggalkan pesan,”jangan terlalu dipikirkan!” Ya, hanya itu.

Ada lagi yang datang dengan susah payah mencariku. Dan, alhamdulillah ketemu denganku. Ketika menemuiku, ia langsung ekspresif. Lalu, aku sangat terkejut dengan tingkahnya, yang, menurutku berlebihan itu. Tapi, aku tak langsung katakan padanya, bahwa perlakuannya padaku berlebihan. Sesungguhnya dia tak tahu, bahwa sebenarnya, tindakannya sangat berlebihan,. Ia tak tahu, sebab ia belum terbiasa dengan emosiku. Sebab, ia pun belum aku beritahu bahwa aku diperlakukan berlebihan. Pada akhirnya, selain ia memberiku seuntai motivasi, yang aku tahu, isi motivasi itu adalah hasil kutipannya dari sang motivator. Kalau tidak salah, dari Gede Prama. Serta memberiku bantuan berupa amplop. Setelah ia pergi meninggalkanku, aku mencoba membuka amplop itu dengan perlahan dan rasa ingin tahu. Apa sebenarnya isinya? Dengan sangat terpaksa pula, pada saat itu, aku mengucapkan kalimat”tasbih”. Alhamdulillah. Isinya adalah sejumlah uang yang tak seberapa menurut pak Aburizal Bakri. Tapi wah...menurutku. Ya, sebesar dan sejumlah 150.000 ribu.

Akhirnya, aku akan memberi tahu hal yang sedang aku rasakan dan apa yang aku harapkan saat ini. Aku, saat ini sedang mengharapkan dan menunggu kiriman dari orang tuaku. Atau bahasa orang bank, biasa menyebutnya menunggu”transfer”. Persoalannya, ini tanggal muda, tanggal 03 Agustus 2009. Bagi para pegawai pemerintah, atau pun para pengsiunannya, hari ini adalah hari kesumringahannya. Walau, sangat diakui atau tidak, kesumringahannya itu Cuma selang beberapa waktu saja. Dua hari atau seminggu. Sebab, mungkin, diakui atau pun tidak, di sana-sini berjejer hutang-hutang yang harus dicicil bekas kredit barang-barang rumah tangga. Yang biasanya, itu adalah hasil bujukan sang istri. Bagiku, itu adalah sebuah resiko dan pilihan hidup. Hidup memang sebuah pilihan. Tak memilih pun, sebenarnya adalah juga pilihan.

Aku hanya berharap, beberapa menit, detik, jam, atau bahkan hari, ada sederet sms dari nun jauh di sana, tentunya dari bumi Rafflesia, bumi tercintaku. Smsnya, aku kira amat sederhana dan tidak menghabiskan dua atau lima sms. Ya, hanya satu sms.”Cep, uang dah dikirim/ditransfer, sebesar bla-bla-bal” ( aku malu memberitahunya, andai aku beritahu pun, tak mungkin diantara kita ada yang menambah). Ya, Cuma segitu. Sederhana,kan? Untuk selanjutnya, bila aku ada sisa pulsa, aku akan menjawab sms pemberitahuan itu. Dengan pesan yang lebih sederhana,”Yup, thanks,ya, moga rezeki ayah-bunda semakin melimpah dan barokah” Itu saja. Menunggu beberapa saat, meski perasaan gembira dan deg-degan masih saja menguasai diriku. Aku langsung menjemput kegembiraan itu pada sebuah ATM BRI tepat di tribun kampusku. UIN Sunan Gunung Djati. Begitulah, apa salahnya berharap. Bagiku, berharaplah sebelum ada UUD yang melarangnya. Thanks Diaryku.




If you like this post, please share it!
Digg it StumbleUpon del.icio.us Google Yahoo! reddit

No Response to "Catatan 03 Agustus 2009"

Posting Komentar

Membacalah, mengomentarlah. Maka lihat apa yang terjadi.