Catatan 12 Juli 2009

0 komentar
Ahad, 12 Juli 2009, 07.06

Diaryku, tahu,gak? Aku tadi malam, pokoknya setelah Isya, aku kembali mengunjung mas Jawa itu. Aku mengambil sesuatu yang aku butuhkan. Mungkin cukup untuk tiga hari ke depan. Beras satu kilo setengah, Mie Goreng 2 buah, Wingko Babat 1, Kacang garuda 500-an 2, Selai pisang 500-an 2 buah. Total utangku yang ada dalam catatan mas jawa malam itu semakin membengkak. 53.000 ribu rupiah. Tak apalah, sekali-kali membuat orang kaya dan senang.

Pukul delapan malam lebih 10, aku melangkahkan kaki ini menuju kampusku tercinta. UIN Bandung. Aku menuju masjidnya. Iqomah namanya. Masjid yang terbilang mewah lah sebanding masjid yang ada di desaku. Tapi, masjid itu menyimpan misteri yang sampai saat ini aku tak mengerti. Beberapa bulan yang lalu saja, temanku kehilangan Sandal barunya. Harganya pun lumayan mengerutkan dahi bagi yang tak biasa. 75.000 ribu. Kulit lagi. Lingkungan akademis yang banyak pencuri. Mungkinkah mahasiswa yang buat iseng? Mahasiswa UIN gitu,loh? Yang setiap harinya, dapat dipastikan ada matakuliah Fiqih, Hadits, Qur’an, dan matakuliah berbau agama lainnya.

Dua tahun yang lalu pun, masih teman yang itu juga. Karena memang, temanku yang satu ini kerap kali tertimpa musibah. Aku pun tidak tahu. Mungkin Tuhan yang mahatahu. Wah, ini lain lagi, bukan Sandal yang hilang, melainkan Sepatu. Itu pun baru saja dibeli. Bila tak salah, 250.000 ribu. Hitam warnanya. Ada sedikit putih. Yang bikin aku aneh, sebelum salat, sepatu itu Dia titipkan di ruang penitipan. Di sana pun, penjaganya ada. Setelah salat Dhuhur merasa sudah ditunaikan, Dia pun mencoba keluar dari ruangan masjid. Ketika bermaksud mengambil sepatu di tempat penitipan, setelah dilirik, kok sudah tidak ada. Aneh. Padahal, tadi kan ada penjaganya. Dengan hati yang amat sangat dongkol, temanku tadi hanya bingung dan tak terhindarkan kata-kata yang tak pantas pun terpaksa membuncah.

Kata-kata yang keluar dari mulutnya yang kesal semakin tidak terkendali. Berarti, temanku sudah dua kali kehilangan barang di lingkungan masjid Iqomah.”Anjing!, Goblog!, Saha,sih jelema,teh! Aing geus dua kali leungit didieu,” umpatnya. Tapi dia pun sadar, sebenarnya, meskipun temanku tadi mengucapkan beribu kali kata Anjing, Goblog, dan lainnya, tetap saja tidak akan kembali apa yang sudah hilang. Hilang ya hilang. Sampai pada akhirnya, temanku tadi tidak sempat mengucapkan klarivikasi atas ucapannya yang kurang senonoh. Ucapan “Astagfirullah”,misalnya. Tapi, ditunggu-tunggu, tak memuncrat juga. Ia pun juga berpikir, apakah akan kembali sepatu yang hilang tadi bila saja mengucapkan”Astagfirullah”? Makanya, kesimpulannya, ia tak mau mengucapkan sepatah kata pun. Yang lalu biarlah berlalu.

Eh, Diaryku, maaf,ya aku terlalu banyak mengingat masa lalu. Ya, setelah aku sampai di Teras Iqomah, aku melihat, di dalam masjid ada semacam orang-orang sedang berkumpul. Dan, orang-orang itu disekat dengan semacam Hijab buatan. Wah, nampaknya, sekat tadi untuk pemisah antara, atau bahasa PKS-nya Ikhwan-Akhwat. O..memang benar, yang mengadakan acara itu ternyata anak keturunan PKS sendiri. KAMMI. Aku mendengar agak sayup-sayup, apa yang mereka diskusikan. Tapi, ada sedikit yang terdengar olehku apa yang disampaikan Pemateri di dalam masjid itu. Membahas soal untuk ujian masuk UIN sepertinya. Ini materi BIMTES mungkin.

Aku pun langsung membuka emachinesku tanpa memerhatikan lagi apa yang sedang diperbincangkan di dalam masjid. Yang jelas, perkumpulan itu bukan perkumpulan menyesatkan. Karena aku tahu, tak ada yang sesat atau menyesatkan di dunia ini. Yang sesat adalah yang mencoba mengatakan sesat kepada selain kelompoknya. Juga yang mencoba mengatakan”Aku yang paling benar!” Atau yang yang berani mengatakan”Di sini lho yang paling tepat!” Aku kira, itu yang disebut sesat karena ketidaksadarannya bahwa ia sesat. Ah, gak tahu lah. Aku juga bukan orang yang pandai mendikte mereka sesat atau ini tidak sesat. Barangkali aku yang sesat.

Sambil membuka akun facebook, aku pun memandang langit. Malam itu, sepertinya langit sedang bersedih dan terlihat murung pada raut wajahnya. Aku tidak mengerti apa yang terjadi. Bukan hanya langit, di sana ada Bulan. Bulan pun begitu, sorot cahanya tidak seperti biasa. Redup. Seperti menangis. Langit terlihat mengeluh dengan keadannya. Aku pun yang memandangnya, merasa bersalah. Apakah Langit dan Bulan kurang menerima kehadiranku? Atau ada masalah lain yang lebih krusial? Mungkinkah Langit dan Bulan marah melihat kecurangan dalam Pilpres yang baru saja digelar? Hanya langit-Bulan lah yang pantas menjawabnya.

Aku mulai ke Beranda. Ada 1 permintaan teman. Aku langsung mengkonfirmasinya tanpa berpikir panjang. Mau yang sudah dikenal, atau pun tidak. Harus kuterima. Aku bukan tipe orang yang pandai mengabaikan permintaan orang. Ya, mudah-mudah, dengan menjalin banyak teman, jaringan, aku bisa hidup dan bahagia. Aku juga sadar betul, bahwa aku termasuk mahluk sosial. Hati ini terus mendorongku, jangan pernah menutup diri terhadap lingkungan yang ada. Siapa,sih yang tak mau sukses dalam pergaulan? Hanya orang-orang yang sakit”sosial” lah yang tak ingin berhasil dalam bersosialisai. Jadi, siapa pun orangnya, dari suku manapun, organisasi manapun, agama apapun, cantik, seperti cantik, agak-agak cantik, ganteng, kurang ganteng, aku akan menerima mereka dengan harapan bermanfaat dalam arti hubungan sosial antarmanusia.

Aku meng-klik”konfirmasi”. Tak lama, muncul nama Chairil anwar. Hah, Chairil Anwar? Dia kan sudah lama pergi sejak Tuhan mengambil nyawanya? Kok ada di akun facebook,ya? Bayangannya kah yang mengoprasikan facebook? Atau memang dia hidup kembali? Dengan perasaan tak menentu dan agak sedikit merinding, tak lupa juga, mulutku terus komat-kamit ayat-kursi. Serta ditambah ayat-ayat lain untuk memperkuat keberanianku untuk meng-klik nama”Chairil Anwar”.

Ayat-ayat suci pun telah aku baca. Aku agak sedikit ada kekuatan dan energi positif masuk dalam jiwaku. Tanpa ragu sedikit pun, aku langsung meng-klik nama yang penuh misteri itu. Jiwa yang tadi penuh cemas dan takut, kini aku terbahak sendiri disaksikan angin malam dan emachinesku. Karena, yang aku duga sebagai Chairil Anwar”asli”, ternyata, ini hanya duplikatnya saja. Nama boleh beda, muka tak mirip sama sekali dengan penyair yang dikenal bertangan dingin itu. Yang aku klik ini adalah Chairil Anwar-nya UIN. Dia anak sastra Arab juga. Kakak kelasku. Dalam kesehariannya, ia biasa dipanggil”Ariel”. Tapi, berbeda jauh nasibnya dengan Ariel Peterpan. Akhirnya, aku pun mencoba menulis di dindingnya. “Haturnuhun,Kang, atas add-nya”.

17.54

Adzan Magrib berkumandang di sekitar bumi Parahyangan. Begitupun di layar televisi. Semuanya adzan. Tapi, aku begitu yakin, kalau di Bengkulu, asalku, saat ini pasti belum adzan. Karena berbeda waktu antara Jawa dan Sumatra. Paling, berbeda beberapa menit lah. Meskipun berbeda waktu, yang jelas, suasana relijius sebagai hamba yang amat lemah, tetap dijalankan.

Diaryku, sore menjelang malam ini, entah kenapa, pikiranku ada bayangan yang seolah-olah, bayangan itu berbentuk kalimat perintah. Tentunya, itu ditujukan kepadaku. Atau, memang hatiku saja yang begitu perasa. Aku kira tidak. Tapi, ini semacam bayangan yang bisa sedikit membahagiakanku. Soal cewek. Cewek yang mana,ya? Entahlah....jika saja aku menuliskan tentang seorang wanita di sini, itu sangat tidak mungkin. Tak cukup waktu untuk menuliskannya di sini. Kenapa? Karena butuh perenungan mendalam. Dan, aku kira, rasanya tak cukup kosakataku untuk sekedar menggambarkannya. Ntar lah di lain waktu bila kosakataku telah setumpuk Gunung Manglayang.

Aduh, Diaryku, rasanya, perut ini tidak enak terus semenjak aku makan Mie Goreng beberapa jam yang lalu. Bungkusnya Mie goreng, tapi aku memasaknya malah direbus. Aku sengaja. Biar ada kuahnya. Aku takut bahaya makan Mie terus. Dapat dipastikan, setelah melahapnya, lambungku terus bereaksi. Kriuk-kriuk terdengar olehku. Pencernaanku gak menerima sepertinya. Sepuluh menit kemudian, aku langsung lari ke WC sambil membawa buku. Tentunya buku yang tidak berbau atau berisi kitab sakral. Hah, kok bawa buku? Ya, hampir setiap saat, bila aku silaturahmi ke WC, aku harus membawa buku. Tapi, itu pun bila ingin buang hajat besar dan mandi. Kalau sekedar buang air kecil, aku tidak membawanya. Waktunya sedikit. Menurutku, WC adalah the refresentative place for reading. Gak percaya? Jangan pernah percaya kata-kataku, bila belum mencoba. Dari pada melamun di WC, takut berbuat yang seharusnya diinginkan, mendingan membaca. Baca apa saja. Bebas. Asal jangan majalah Playboy!

Sekarang, mau makan apa,ya? Ah, gak ah..makan melulu yang dipikirin. Ada Mie,kok? Gak, ah. Nanti takut perutku bermasalah. Mungkin, aku gak cocok makanan yang murahan. Cocoknya, perutku ini, diisi oleh makanan yang dimakan oleh pak SBY. High class,dong! Ada-ada saja sampean iki. Begitu kenyataannya,kok?

23.03

Suasana kosku semakin sunyi. Yang ada hanya suara-suara Jangkrik yang sedang mencari makan, serta suara cengkrama kamar sebelahku yang sedang asyik menonton TV. Main bola kemungkinan. Biarlah mereka terus menonton dengan tontonannya. Biarlah juga Jangkrik-jangkrik yang berkeliaran itu menikmati kebebasannya. Sedangkan aku di sini, biarlah terus mengeja kata hingga batas waktu yang telah digariskan. Biarkan juga temanku mendengkur dengan segala keasyikannya. Tak lupa, di dekatku, berkeliaran beberapa binatang hitam sedang berkeliling-keliling. Ada yang besar, sedang, dan ada juga yang kecil. Ya, semut-semut itu. Nampaknya, mereka juga berkegiatan sedang mencari yang manis, atau makanan kecil. Atau, mereka, para semut itu, mendekatiku, karena aku cukup manis? Para semut pun tertawa terbahak tanda bahwa aku memang sangat manis. Versi Semut.

Eh, Diaryku, aku ada cerita,lho untukmu? Apa itu? Tadi, setelah aku salat Isya, aku coba kirim seuntai sms kepada seorang temanku. Dia seorang perempuan. Mempunyai Tahi Lalat di Pipi kanannya. Cantik orangnya. Sedikit pemalu. Rumahnya ada di Bengkulu. Tepatnya di Panorama, Lingkar timur. Ah, pokoknya ada di kota Bengkulu,deh. Kini, ia sedang kuliah di Universitas Muhammadiyah Bengkulu. Jurusan Biologi. Semesternya, sama denganku. Enam akhir.

Begini kira-kira sms yang aku kirimkan kepadanya,”Ass, halo, Ti...pa kabar? G ngapain,nih? Singkat saja. Sekedar menanyakan keadaannya. Lama aku menunggu jawabannya. Tak dibalas juga. Tak apalah, barangkali sedang tidak punya pulsa. Atau, mungkin saja dia sedang berpetualang di alam mimpi. Ah, subuh kayaknya dibalasnya.

Pada pukul 22.30, ada sebuah sms mampir ke Ponselku. Aku buka. Wah, dari Alti Apriani. Alhamdulillah, ya Allah. Hatiku terselimuti aroma gembira. Kubaca dengan seksama huruf demi huruf sms itu.”Waslm...Cep, besok Ti smstrn do’ain yo biar nilai Ti bagus. Coz, do’a orang baik cak CCP tu d dgar.....he....”

Mau kubalas langsung,gak,ya? Besok aja,deh sudah subuh.

If you like this post, please share it!
Digg it StumbleUpon del.icio.us Google Yahoo! reddit

No Response to "Catatan 12 Juli 2009"

Posting Komentar

Membacalah, mengomentarlah. Maka lihat apa yang terjadi.